tag:blogger.com,1999:blog-53947909816719419102024-02-20T06:25:23.861-08:00MUAMALAHBerbagi Informasi Tentang Hubungan Interaksi Sosial Dalam IslamNukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.comBlogger15125tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-57263262674364792642012-04-24T13:28:00.001-07:002012-04-24T13:33:08.076-07:00SENI MENATA HATI DALAM BERGAUL<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Oleh : K.H. Abdullah
Gymnastiar </span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Pergaulan yang asli adalah pergaulan dari hati ke hati
yang penuh keikhlasan, yang insya Allah akan terasa sangat indah dan
menyenangkan. Pergaulan yang penuh rekayasa dan tipu daya demi kepentingan yang
bernilai rendah tidak akan pernah langgeng dan cenderung menjadi masalah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">1. Aku Bukan Ancaman
Bagimu</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Kita tidak boleh menjadi seorang yang merugikan orang
lain, terlebih kalau kita simak Rasulullah Saw. bersabda, "Muslim yang
terbaik adalah muslim yang muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan
lisan dan tagannya." (HR. Bukhari)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Hindari penghinaan</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Apapun yang bersifat merendahkan, ejekan, penghinaan
dalam bentuk apapun terhadap seseorang, baik tentang kepribadian, bentuk tubuh,
dan sebagainya, jangan pernah dilakukan, karena tak ada masalah yang selesai
dengan penghinaan, mencela, merendahkan, yang ada adalah perasaan sakit hati
serta rasa dendam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Hindari ikut campur
urusan pribadi</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Hindari pula ikut campur urusan pribadi seseorang yang
tidak ada manfaatnya jika kita terlibat. Seperti yang kita maklumi setiap orang
punya urusan pribadi yang sangat sensitif, yang bila terusik niscaya akan
menimbulkan keberangan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Hindari memotong
pembicaraan</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Sungguh dongkol bila kita sedang berbicara kemudian
tiba-tiba dipotong dan disangkal, berbeda halnya bila uraian tuntas dan
kemudian dikoreksi dengan cara yag arif, niscaya kita pun berkecenderungan
menghargainya bahkan mungkin menerimanya. Maka latihlah diri kita untuk
bersabar dalam mendengar dan mengoreksi dengan cara yang terbak pada waktu yang
tepat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Hindari membandingkan</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Jangan pernah dengan sengaja membandingkan jasa,
kebaikan, penamplan, harta, kedudukan seseorang sehingga yang mendengarnya
merasa dirinya tidak berharga, rendah atau merasa terhina.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Jangan membela
musuhnya, mencaci kawannya</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Membela musuh maka dianggap bergabung dengan musuhnya,
begitu pula mencaci kawannya berarti memusuhi dirinya. Bersikaplah yang netral,
sepanjang diri kita menginginkan kebaikan bagi semua pihak, dan sadar bahwa
untuk berubah harus siap menjalani proses dan tahapan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Hindari merusak
kebahagiannya</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Bila seseorang sedang berbahagia, janganlah melakukan
tindakan yang akan merusak kebahagiaanya. Misalkan ada seseorang yang merasa
beruntung mendapatkan hadiah dari luar negeri, padahal kita tauh persis bahwa
barang tersebut buatan dalam negeri, maka kita tak perlu menyampaikannya,
biarlah dia berbahagia mendapatkan oleh-oleh tersebut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Jangan mengungkit
masa lalu</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Apalagi jika yang diungkit adalah kesalahan, aib atau
kekurangan yang sedang berusaha ditutupi.Ingatlah bahwa setiap orang memiliki
kesalahan yang sangat ingin disembunyikannya, termasuk diri kita, maka jangan
pernah usil untuk mengungkit dan membeberkannya, hal seperti ini sama denga
mengajak bermusuhan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Jangan mengambil
haknya</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Jangan pernah terpikir untuk menikmati hak orang lain,
setiap gangguan terhadap hak seseorang akan menimbulkan asa tidak suka dan
perlawanan yang tentu akan merusak hubungan.. Sepatutnya kita harus belajar
menikmati hak kita, agar bermanfaat dan menjadi bahan kebahagiaan orang lain.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Hati-hati dengan
kemarahan</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Bila anda marah, maka waspadalah karena kemarahan yang
tak terkendali biasanya menghasilkankata dan perilaku yang keji, yang sangat
melukai, dan tentu perbuatan ini akan menghancurkan hubungan baik di lingkungan
manapun. Kita harus mulai berlatih mengendalikan kemarahan sekuat tenaga dan
tak usah sungkan untuk meminta maaf andai kata ucaan dirasakan berlebihan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Jangan
menertawakannya</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Sebagian besar dari sikap menertawakan seseorang
adalah karena kekurangannnya, baik sikap, penampilan, bentuk rupa, ucapan dan
lain sebagainya, dan ingatlah bahwa tertawa yang tidak pada tempatnya serta
berlebihan akan mengundang rasa sakit hati.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Hati-hati dengan
penampilan, bau badan dan bau mulut</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Tidak ada salahnya kita selalu mengontrol penampilan,
bau badan atau mulut kita, karena penampilan atau bau badan yang tidak segar
akan membuat orang lain merasa terusik kenyamanannya, dan cenderung ingin
menghindari kita.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">2. Aku menyenangkan
bagimu</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Wajah yang selalu
cerah ceria</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Rasulullah senantiasa berwajah ceria, beliau pernah
besabda, "Janganlah terlalu membebani jiwamu dengan segala kesungguhan
hati. Hiburlah dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu, sebab bila hati
terus dipaksakan memikul beban-beban yang berat, ia akan menjadi buta".
(Sunan Abu Dawud).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Senyum tulus</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Rasulullah senantiasa tersenyum manis sekali dan ini
sangat menyenangkan bagi siapapun yang menatapnya. Senyum adalah sedekah,
senyuman yang tulus memiliki daya sentuh yang dalam ke dalam lubuk hati
siapapun, senyum adalah nikmat Allah yang besar bagi manusia yang mencintai
kebaikan. Senyum tidak dimiliki oleh orang-orang yang keji, sombong, angkuh,
dan orang yang busuk hati.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Kata-kata yang santun
dan lembut</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Pilihlah kata-kata yang paling sopan dengan dan sampaikan
dengan cara yang lembut, karena sikap seperti itulah yang dilakukan Rasulullah,
ketika berbincang dengan para sahabatnya, sehingga terbangun suasana yang
menyenangkan. Hindari kata yang kasar, menyakitkan, merendahkan, mempermalukan,
serta hindari pula nada suara yang keras dan berlebihan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Senang menyapa dan
mengucapkan salam</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Upayakanlah kita selalu menjadi orang yang paling
dahulu dalam menyapa dan mengucapkan salam. Jabatlah tagan kawan kita penuh
dengan kehangatan dan lepaslah tangan sesudah diepaskan oleh orang lain, karena
demikianlah yang dicontohkan Rasulullah.Jangan lupa untuk menjawab salam dengan
sempurna dan penuh perhatian.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Bersikap sangat sopan
dan penuh penghormatan</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Rsulullah jikalau berbincang dengan para sahabatnya
selalu berusaha menghormati dengan cara duduk yang penuh perhatian, ikut
tersenyum jika sahabatnya melucu, dan ikut merasa takjub ketika sahabatnya
mengisahkan hal yang mempesona, sehingga setiap orang merasa dirinya sangat
diutamakan oleh Rasulullah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Senangkan perasaannya</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Pujilah dengan tulus dan tepat terhadap sesuatu yang
layak dipuji sambil kita kaitkan dengan kebesaran Allah sehingga yang dipuji
pun teringat akan asal muasal nikmat yang diraihnya, nyatakan terima kasih dan
do’akan. Hal ini akan membuatnya merasa bahagia. Dan ingat jangan pernah kikir
untuk berterima kasih.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Penampilan yang
menyenangkan</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Gunakanlah pakaian yang rapi, serasi dan harum.
Menggunakan pakaian yang baik bukanlah tanda kesombongan, Allah Maha Indah dan
menyukai keindahan, tentu saja dalam batas yang sesuai syariat yang disukai
Allah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Maafkan kesalahannya</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Jadilah pemaaf yang lapang dan tulus terhadap
kekurangan dan kesalahan orang lain kepada kita, karena hal ini akan membuat
bahagia dan senang siapapun yang pernah melakukan kekhilafan terhadap kita, dan
tentu hal ini pun akan mengangkat citra kita dihatinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">3. Aku Bermanfaat
Bagimu</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Keberuntungan kita bukanlah diukur dari apa yang kita
dapatkan tapi dari nilai manfaat yang ada dari kehadiran kita, bukankah
sebaik-baik di antara manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi
hamba-hamba Allah lainnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Rajin bersilaturahmi</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Silaturahmi secara berkala, penuh perhatian, kasih
sayang dan ketulusan walaupun hanya beberapa saat, benar-benar akan memiliki
kesan yang mendalam, apalagi jikalau membawa hadiah, insya Allah akan
menumbuhkan kasih sayang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Saling berkirim
hadiah</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa saling
memberi dan berkirim hadiah akan menumbuhkan kasih sayang. Jangan pernah takut
miskin dengan memberikan sesuatu, karena Allah yang Maha Kaya telah menjanjikan
ganjaran dan jaminan tak akan miskin bagi ahli sedekah yang tulus.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Tolong dengan apapun</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Bersegeralah menolong dengan segala kemampuan, harta,
tenaga, wakt atau setidaknya perhatian yang tulus, walau perhatian untuk
mendengar keluh kesahnya.Apabila tidak mampu, maka do’akanlah, dan percayalah
bahwa kebaikan sekecil apapun akan diperhatikan dan dibalas dengan sempurna
oleh Allah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Sumbangan ilmu dan
pengalaman</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Jangan pernah sungkan untuk mengajarkan ilmu dan
pengalaman yang dimiliki, kita harus berupaya agar ilmu dan pengalaman yang ada
pada diri kita bisa menjadi jalan bagi kesuksesan orang lain.</span><span style="color: black; font-size: small;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Insya Allah jikalau hidup kita penuh manfaat dengan
tulus ikhlas maka, kebahagiaan dalam bergaul dengan siapapun akan tersa nikmat,
karena tidak mengharapkan sesuatu dari orang melainkan kenikmatan kita adalah
melakukan sesuatu untuk orang lain. Semata karena Allah Swt.</span><span style="color: black; font-size: small;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-59591443244914815192012-04-23T18:27:00.000-07:002012-04-23T18:58:03.386-07:00KRITERIA KEBAHAGIAAN DUNIA<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">Oleh : Ustadz Aam Amiruddin</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Bismillahirrahmaanirrahiim</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Hadirin yang dimuliakan Allah...</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Suatu hari Rasulullah bertemu dengan salah seorang sahabatnya yang
kondisinya sangat memprihatinkan sehingga mengundang perhatian Rasul sampai Rasul
bertanya, mengapa kamu menjadi seperti ini. Orang tersebut menjawab dengan
penuh percaya diri, bahwasanya dia menjadi seperti itu justru karena doanya. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Doanya adalah : Ya Allah berilah saya kesengsaraan dunia dan jadikan
kesengsaraan dunia sebagai indikator bahwa saya akan mendapat kebahagiaan
akhirat. Mendengar jawaban itu Rasulullah hanya bersabda : inginkah aku
tunjukkan doa yang lebih baik dari itu? Lalu dari peristiwa ini turunlah Surat
Al-Baqarah ayat 201 "Robbana atina fiddunyaa hasanatan wa fil aakhiroti
hasanatan waqinaa adzaabannaari" (Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka).</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Jadi Rasul lebih suka kita punya sebuah kerangka berfikir bahwa kita berusaha
untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akan mejadikan kebahagiaan dunia
sebagai jembatan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat. Itu sebenarnya yang
lebih disukai Rasul. Dan bapak-ibu pada musim haji atau yang sudah pergi haji doa yang sering kita baca, doa itu. Jadi doa yang sudah
sering kita dengar atau yang sudah familiar dengan pendengaran kita itu doa
yang sangat luar biasa.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Bapak ibu yang dimuliakan.... Doa Robbana atina merupakan doa yang paling
mewarnai ketika kita melaksanakan ibadah haji dan juga untuk kita yang tidak sedang melakukan ibadah
haji tampaknya doa itu harus menjadi bagian urat nadi kehidupan kita. Kita
minta diberikan kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhirat.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Menurut Ibnu Abbas salah seorang ulama tafsir di kalangan sahabat pernah menyebutkan
bahwa yang dimaksud kebahagiaan dunia itu ada 6 yaitu :</span></span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">1. Pasangan hidup yang sholeh</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Pasangan hidup yang terdapat dalam Al-Quran dalam surat At-Tahrim disebutkan
ada 3 macam pasangan hidup kita yaitu :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">a) Tipe pasangan hidup Nabi Nuh</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Nabi Nuh orang sholeh beliau diberi umur hampir 1.000 tahun dan hampir dari
seluruh umurnya habis untuk dakwah, tapi ternyata istrinya sendiri yang termasuk
menentang dakwahnya. Ada tipe seperti ini suami tdk pernah ketinggalan sholat,
shaum senin-kamis namun istrinya tidur saja.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">b) Seperti Firaun</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: black; font-size: small;">Kita kenal Firaun simbol kedzoliman dan ketakaburan. Apalagi ada 3 pencetus
kesombongan yaitu : ilmu, kekayaan dan kekuasaan. 3 hal ini ada pada Firaun.
Namun Firaun yang begitu dzolim dan takaburnya, kata Rasul ada 3 wanita
sholehah (riwayat Imam Muslim): - Khadijah : istri Rasulullah - Maryam : ibunda
nabi Isa - Asiyah : istri Firaun (Tipe ini adalah istrinya taat beribadah namun
sang suami jauh dari Allah).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">c) Keluarga Imron</span></b></span></div>
<span style="font-size: small;"><span style="color: black; line-height: 115%;">Imron adalah orang sholeh, punya istri sholeh, punya anak (Maryam) orang
sholeh dan cucu (Nabi Isa) juga sholeh. Sebenarnya bukan hanya keluarga Imron
saja ada keluarga Rasulullah, keluarga Ibrahim namun mereka semua Nabi sedang
Imron bukan Nabi.</span></span></div>
<div style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="color: black; font-size: small; line-height: 115%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;"> Bagi yang
belum menikah ada 4 kriteria pasangan hidup : ganteng/cantik, pinter, kaya dan
sholeh. Namun setelah dicari tidak dapat 4 kriteria tersebut yang penting
adalah hidup dan sholeh. Tentu harus klop antara doa dan ikhtiar, mencari
pasangan sholeh jangan dicari di diskotek, cafe,dll tapi carilah di majelis taklim seperti ini.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">2. Anak yang jadi penyejuk hati</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;"> Anak bisa
jadi surga dunia atau neraka dunia. Walau keluarga pas-pasan tapi anaknya
sholeh maka dianggap oleh lingkungan sebagai keluarga yang sukses/berhasil.</span><b><span style="color: black;"> </span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">3. Lingkungan yang sholeh</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;"> Kalau kita
punya teman yang sholeh itu adalah kebahagiaan dunia. Tidak semua orang
pintar/cerdas, arif dalam menghadapi persoalan. Tidak selamanya kecerdasan
berbanding lurus dengan kebijaksanaan. Majelis taklim bukan hanya sekedar ilmu,
tapi mencari teman-teman dan lingkungan yang sholeh. Nabi bersabda: Siapa yang
duduk di majelis taklim dan niatnya ikhlas maka malaikat akan memberi barokah
kepada majelis itu dan langkah yang dilakukan akan menjadi kifarah dosa-dosanya.
Maka yang rumahnya jauh itu lebih bagus asal ikhlas.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">4. Harta yang halal</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;"> Kalau yang
menjadi paradigma kita atau tolak ukur kita itu harta yang banyak, hati-hati
kita cenderung menghalalkan segala cara. Karena demi banyak itu. Tapi kalau
tolak ukur kita itu harta yang halal insya Allah kita akan bekerja keras
mencari yang halal, syukur-syukur bisa banyak. Sehingga bagaimanapun harta yang
banyak itu akan memberikan kemudahan bagi kita dalam ber-taqarub kepada Allah.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">5. Keinginan untuk memahami Islam dan mau
mengamalkan</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;"> Ada
keinginan/semangat untuk memahami Islam itu patut disyukuri sebab tanpa keinginan
yang kuat dan karunia Allah kita tidak mungkin hadir disini. Problem terbesar
yang dihadapi umat Islam adalah banyak yang mengakui dirinya muslim tapi tidak
mau memahami Islam, itu problem kita.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><b><span style="color: black;">6. Umur yang barokah</span></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm 6pt 14.2pt; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;"> Nabi
bersabda: Kalau kamu meninggal kamu akan mendengar derap kaki orang yang
mengantarkan kamu itu pulang dan yang setia menemani adalah amal sholeh.
Makanya ukuran kebahagiaan dunia adalah bagaimana kita bisa mengisi hidup
dengan kesholehan. Usia makin bertambah, kita juga makin sholeh.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Hadirin sekalian...</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">Jadi ketika kita mengatakan 'Ya Allah beri kami kebahagiaan dunia'..enam hal
itulah yang kita minta. Pasangan hidup yang sholeh, anak yg sholeh, lingkungan
yang sholeh, harta yang halal, keinginan utk memahami Islam (ilmu yg
bermanfaat) dan umur yang barokah.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: black;">wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-35866186503856975312012-04-10T19:44:00.001-07:002013-04-30T20:36:09.753-07:00MENAKAR KEMULIAAN AKHLAK<span style="color: red; text-align: justify;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar</span></span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;" title="Menakar Kemuliaan Akhlak">Setiap orang ingin merasakan
kebahagiaan. Ada yang menyangka dengan datangnya uang maka ia akan menjadi bahgia
sehingga iapun mencari uang mati-matian.Ada juga yang menyangka bahwa kedudukan
bisa membuatnya bahagia, maka ia pun mencoba merebut kedudukan. Ada yang
menyangka penampilanlah yang akan membuatnya bahagia, maka mati-matian ia
mengikuti mode. Ada yang menyangka banyaknya pengikut membuatnya bahagia, begitu
seterusnya. </span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Setiap kali kita
membutuhkan sesuatu dari selain kita, kita menyangka bahwa itulah yang akan
membuat kita bahagia. Kita menggantungkan harapan pada selain kita, selain
Allah. Padahal semakin kita berarap orang lain berbuat sesuatu untuk kita maka
sebenarnya peluang bahagia itu malah akan terus menurun. Kenapa? Ibarat cahaya
matahari yang memancar tanpa membutuhkan input dari luar, kebahagiaan yang
hakiki itu justru datng bukan dari seseorang atau dari sesuatu. </span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Salah satu bentuk
kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita hanya menggantungkan segala urusan
kepada Allah. Bagi orang yang mengenal Allah dengan baik, dan ia tidak berharap
banyak dari selain Allah, itulah salah satu kebahagiaan. Maka bagi kita yang
selama ini masih sangat ingin dihargai, masih sangat ingin dihormati, masih
sangat ingin dibedakan oleh orang lain, masih sangat ingin diberi ucapan terima
kasih ketika melakukan sesuatu untuk orang lain, atau masih sangat ingin dipuji,
maka sebenarnya makin tinggi kebutuhan kita akan penghargaan dari orang lain,
itulah yang akan menyempitkan hidup kita. Barang siapa yang berhasil lepas dari
kebutuhan-kebutuhan semacam itu, dan kita sudah mulai bisa menikmati indahnya
memberikan senyuman kepada orang lain dan bukannya diberi senyuman; atau
merasakan nikmatnya bisa menyapa orang lain dan bukan disapa, nikmatnya
menyalami dan bukan menunggu disalami, semakin kita tidak berharap orang berbuat
sesuatu untuk kita, maka inilah fondasi kita dalam menikmati hidup ini.
Kenyataan yang ada di masyarakat kita dengan terjadinya beraneka kemunkaran,
kezhaliman dan kejahatan, itu disebabkan karena kita terlalu banyak berharap
kepada makhluk dan tidak kepada Allah. </span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Saudara-saudaraku
yang dimuliakan Allah, suatu ketika Rasulullah Saw. ditanya, "Ya Rasulullah,
mengapa engkau diutus ke bumi?" Maka jawaban Rasulullah sangat singkat sekali,
"Sesungguhnya aku diutus ke bumi hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan
akhlak." Menurut Imam Al Ghazali, berdasarkan apa yangbisa saya fahami, akhlak
itu adalah respon spontan terhadap suatu kejadian. Pada saat kita diam, tidak
akan kelihatan bagaimana akhlak kita. Akan tetapi ketika kita ditimpa sesuatu
baik yang menyenangkan ataupun sebaliknya, respon terhadap kejadian itulah yang
menjadi alat ukur akhlak kita. Kalau respon spontan kita itu yang keluar adalah
kata-kata yang baik, mulia, berarti memang sudah dari dalamlah kemuliaan kita
itu. Tanpa harus dipikir banyak, tanpa harus direkayasa, sudah muncul kemuliaan
itu. Sebaliknya kalau kita memang sedang dikalem-kalem, tiba-tiba terjadi
sesuatu pada diri kita, misalnya sandal kita hilang, atau ada orang yang
menyenggol, mendengar bunyi klakson yang nyaring lalu tiba-tiba sumpah serapah
yang keluar dari mulut kita, maka lemparan yang keluar sebagai respon spontan
kita itulah yang akan menunjukkan bagaimana akhlak kita. Maka jika bertemu
dengan orang yang meminta sumbangan lalu kita berfikir keras diberi atau jangan.
Kita berfikir, kalau dikasih seribu, malu karena nama kita ditulis, kalau diberi
lima ribu nanti uang kita habis. Terus... berfikir keras hingga akhirnya kita
pun memberi akan tetapi niatnya sudah bukan lagi dari hati kita karena sudah
banyak pertimbangan.Padahal keinginan kita semula adalah untuk menolong. Kalau
sudah demikian, sebetulnya bukan akhlak dermawan yang muncul.
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Saudar-saudaraku
sekalian, inilah sekarang paling menjadi masalah bagi peradaban kita. Kita
empunyai anak, dia memiliki gelar yang bagus, sekolahnya pun di tempat yang
bergengsi, tapi akhlaknya jelek, maka tidak ada artinya. Kita punya dosen,
gelarnya berderet banyak, rumahnya pun mentereng, tapi jikalau akhlaknya,
celetuk-celetukannya atau sinisnya tidak mencerminkan struktur keilmuan seperti
yang dimilikinya, maka jatuhlah ia. Ada orang yang dianggap dituakan, tetapi
akhlaknya jelek, maka walaupun ia dituakan, dia gagal mendapatkan penghormatan.
Atau kita punya atasan, seorang pejabat yang bagus karirnya akan tetapi
akhlaknya, ...masya Allah, sudah punya isteri tapi ia dikenal berzina dengan
perempuan lain, di kantor ia mengambil harta dengan cara tidak halal, maka
jatuhlah ia.
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sekarang ini krisis
terbesar kita memang krisis akhlak. Oleh karena itu, saya sependapat dengan
seorang pengusaha terkenal dari Jepang yang mengatakan bahwa jikalau seseorang
ingin memimpin perusahaan dengan baik, maka sebetulnya <i>skill</i> atau
keahlian itu cukup 10% saja, yang 90% adalah akhlak. Karena akhlak yang baik,
orang yang cerdas pun mau bergabung denganya. Mereka merasa aman, merasa
tersejahterakan lahir batinnya. Akibatnya, berkumpulah para ahli. Kemudian
kepada mereka diberikan motivasi dengan akhlak yang baik maka jadilah sebuah
prestasi yang besar. Oleh karena itu sebenarnya kesuksesan itu adalah milik
orang yang berakhlak mulia.
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sekedar ilustrasi,
suatu saat sedang terjadi dialog antara suami dan isteri. Sang isteri
menginginkan anaknya menjadi bintang kelas, akan tetapi sang suami mengatakan
bahwa bintang kelas itu bukan alat ukur kesuksesan anak sekolah. Menjadi bintang
kelas itu tidak harus, tidak wajib. Yang wajib bagi anak itu adalah memiliki
akhlak yang mulia. Apalah artinya ia menjadi bintang kelas apabila kemudian ia
jadi terbelenggu oleh keinginan dipuji teman-temannya. Jadi dengki terhadap
orang-orang yang pandai dikelasnya, atau menjadi takabbur karena kepandaiannya
itu. Apa artinya bintang kelas seperti ini? Lebih baik lagi jika kita bangun
mental anak kita lebih bagus, matang pada tiap tahapannya. Kalaupun suatu saat
ia ditakdirkan menjadi bintang kelas, maka itu adalah buah dari pemikirannya.
Sementara itu ia pun sudah siap denga mentalnya: tidak dengki, tidak iri, tidak
jadi sombong. Nilai ini tentunya jadi lebih bagus daripada nilai menjadi bintang
kelasnya. Apalah artinya kita lulus terbaik jika kemudian menjadi jalan ujub
takabbur. Lulus itu hanya nilai,nilai, nilai....
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Saudara-saudara
sekalian, inilah yang sepatutnya menjadi bahan pemikiran kita. Kita berbicara
seperti ini sebenarnya bukan untuk memikirkan seseorang. Siapa yang akhlaknya
demikian, demikian...Kita berbicara seperti ini adalah untuk memikirkan diri
kita sendiri. Apakah saya itu berakhlak benar atau tidak? Bagaimana cara
melihatnya?Ya, lihat saja kalau kita mendapati masalah. Bagaimana respon spontan
kita? Bagaimana struktur kata-kata kita, raut wajah kita? Apakah kita cukup
temperamental? Apakah kata-kata kita keji, menyakiti, arogan? Itulah diri kita.
Kesuksesan dan kegagalan itu bergantung pada hal semacam ini. Bergantung apa
yang kita lakukan. Apakah dengan DT bisa menjadi sebesar ini sudah menjadi tanda
kesuksesan? Belum. Masih jauh. Kalau hanya alat ukur kemajuan bertambahnya
bangunan atau tanah, ah... orang-orang kafir juga bisa melakukannya. Kalau hanya
sekedar jama'ah berhimpun banyak, itupun gampang. Tetapi apakah dakwah ini elah
mampu merobah akhlak kita? Itulah alat ukurnya.
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Sering diungkapkan,
bagaimana ukuran kesuksesan seseorang dalam berdakwah? Gampang. Kesuksesan
seseorang yang berdakwah adalah apakah dirinya pun bisa berubah menjadi lebih
baik atau tidak? Kalau hanya berbicara seperti ini, mengeluarkan dalil tapi yang
bersangkutan akhlaknya tidak berubah, itu malah mencemarkan agama. Kesuksesan
dakwah bukan karena banyaknya pendengar atau jumlah jama'ah karena dakwah itu
bukan sekedar menikmati kata-kata. Kesuksesan berdakwah adalah ketika yang
berdakwah ini pun semakin baik akhlaknya, semakin tinggi nilai kepribadiannya.
Insya Allah. Mudah-mudahan keluhuran pribadi itulah yang menjadi alat dakwah
kita. Bukan hanya mengandalkan kekuatan kata-kata belaka.
</span><br />
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><i><br /></i></span>
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><i>Barakallahu lii
wa lakum</i>.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-52867247930607588682012-04-06T14:34:00.003-07:002012-04-06T14:42:11.833-07:00CALON ORANG BESAR MEMULAI PERUBAHAN<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: arial; font-size: small;"><b>Oleh : KH Abdullah Gymnastiar </b><br /><br />Kita ini terlalu
banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk sesuatu di luar diri kita.
Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk memikirkan selain diri kita,
baik itu merupakan kesalahan,keburukan,mau pun kelalaian. Namun, ternyata sikap
kita yang kita anggap kebaikan itu tidak efektif untuk memperbaiki yang kita
anggap salah. <br /><br />Banyak orang yang menginginkan orang lain berubah,tapi
ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita sering melihat orang
yang menginginkan Indonesia berubah. Tapi, pada saat yang bersamaan, ternyata
keluarganya 'babak belur', di kantor sendiri tak disukai, di lingkungan
masyarakat tak bermanfaat. Itu namanya terlampau muluk. <br /><br />Jangankan
mengubah Indonesia, mengubah anaknya saja tidak mampu. Banyak yangmenginginkan
situasi negara berubah, tapi kenapa merubah sikap istri saja tidak sanggup.
Jawabnya adalah: kita tidak pernah punya waktu yang memadahi untuk
bersungguh-sungguh mengubah diri sendiri. Tentu saja, jawaban ini tidak mutlak
benar. Tapi jawaban ini perlu diingat baik-baik. <br /><br />Siapa pun yang
bercita-cita besar, rahasianya adalah perubahan diri sendiri.Ingin mengubah
Indonesia, caranya ubah saja diri sendiri. Betapapun kuatnya keinginan kita
untuk mengubah orang lain, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri, semua itu
menjadi hampa. Setiap keinginan mengubah hanya akan menjadi bahan tertawaan
kalau tidak dimulai dari diri sendiri. Orang di sekitar kita akan menyaksikan
kesesuaian ucapan dengan tindakan kita. <br /><br />Boleh jadi orang yang banyak
memikirkan diri sendiri itu dinilai egois.Pandangan itu ada benarnya jika kita
memikirkan diri sendiri lalu hasilnyajuga hanya untuk diri sendiri. Tapi yang
dimaksud di sini adalah memi kirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan
sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas. <br /><br />Perumpamaan yang
lebih jelas untuk pandangan ini adalah seperti kita membangun pondasi untuk
membuat rumah. Apalah artinya kita memikirkan dinding, memikir kan genteng,
memikirkan tiang sehebat apa pun, kalau pondasinya tidak pernah kita bangun.
Jadi yang merupa kan titik kelemahan manusia adalah lemahnya kesunggu han untuk
mengubah dirinya, yang diawali dengan kebe ranian melihat kekurangan diri.
<br /><br />Pemimpin mana pun bakal jatuh terhina manakala tidak punya keberanian
mengubah dirinya. Orang sukses mana pun bakal rubuh kalau dia tidak punya
keberanian untuk <br /><br />mengubah dirinya. Kata kuncinya adalah keberanian.
Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu gampang, tapi, tidak sembarang
orang yang berani meli hat kekurangan diri sendiri. Ini hanya milik orang- orang
yang sukses sejati. <br /><br />Orang yang berani membuka kekurangan orang lain, itu
biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak istimewa. Sebab itu
bisa dilakukan orang yang tidak punya apa-apa sekali pun. Tapi, kalau ada orang
yang berani melihat kekurangan diri sendiri, bertanya tentang kekurangan itu
secara sistematis, lalu dia buat sistem untuk melihat kekurangan dirinya,inilah
calon orang besar. <br /><br />Mengubah diri dengan sadar, itu juga mengubah orang
lain. Walaupun dia tidak mengucap sepatah kata pun untuk perubahan itu,
perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain.
Percayalah, kegigi han kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain melihat
dan merasakannya. <br /><br />Memang pengaruh dari kegigihan mengubah diri sendiri
tidak akan spontan dirasakan. Tapi percayalah, itu akan membekas dalam benak
orang. Makin lama, bekas itu akan membuat orang simpati dan terdorong untuk juga
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan
akhirnya seperti bola salju. Perubahan bergulir semakin besar. <br /><br />Jadi
kalau ada orang yang bertanya tentang sulitnya mengubah anak, sulitnya mengubah
istri, jawabannya dalam diri orang itu sendiri. Jangan dulu menyalahkan orang
lain, ketika mereka tidak mau berubah. Kalau kita sebagai ustadz, kyai, jangan
banyak menyalahkan santrinya. Tanya dulu diri sendiri.Kalau kita sebagai
pemimpin, jangan banyak menyalahkan karyawan, lihat dulu diri sendiri seperti
apa. <br /><br />Kalau kita sebagai pemimpin negara, jangan banyak menyalahkan
rakyatnya.Lebih baik para penyelenggara negara gigih memperbaiki diri sehingga
bisa menjadi teladan. Insya Allah, walaupun tanpa banyak berkata, dia akan
membuat perubahan cepat terasa, jika berani memperbaiki diri. Itu lebih baik
dibanding banyak berkata, tapi tanpa keberanian menjadi suri teladan.
<br /><br />Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik bersungguh-sungguh memperbaiki
diri sendiri. Jadikan perkataan makin halus, sikap makin mulia, etos kerja
makinsung guh-sungguh, ibadah kian tangguh. Ini akan disaksikan orang.
<br /><br />Membicarakan dalil itu suatu kebaikan. Tapipembicaraan itu akan menjadi
bumerang ketika perilaku kita tidak sesuai dengan dalil yang dibicarakan.Jauh
lebih utama orang yang tidak berbicara dalil, tapi berbuat sesuai dalil.
Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah menjadi bukti dalil tersebut.
<br /><br />Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan
diawalidari keberanian melihat kekurangan diri sendiri. Amien </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-13684365147559960622012-03-24T17:31:00.001-07:002012-04-10T20:56:33.220-07:00LUPAKAN JASA DAN KEBAIKAN DIRI<div style="text-align: justify;">
<b>Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Semakin kita sering
menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, apalagi
menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap
agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini berarti kita
sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri
mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Ketahuilah bahwa
semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak
kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi
tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak
menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan
karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di
akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu
beramal bukan karena Allah.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Selayaknya kita
menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain,
sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita
dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi
jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan
itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat
ganjarannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Jadi, ketika ada
seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka, seberulnya
bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang
menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan. Seharusnya dokter sangat
berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala
untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya.
Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat
menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan maka selain memperlihatkan
kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya
(seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai
tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk
orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Juga, tidak
selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan,
mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa
berhutang budi. Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada
anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu
bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak
sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya
lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Percayalah bahwa
kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan aeorang ibu/bapak justru akan
bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik,
Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan
menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Seorang guru juga
harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya.
Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang
itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap
kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi
ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita
boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur
bukan ujub dan takabur.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Perlu lebih
hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah
seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal
untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang
dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan
menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Andaikata ada
sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup
dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak
berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun tidak
sama sekali.. andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan
acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka
lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak
berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap
balasan dari makhluk.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Seharusnya yang
kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini
diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil
yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya,
niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau diri
ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan
mendorong apa?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Takdir mendorong
mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan
niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang
mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di
perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Mari kita
bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan
sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah
melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah
SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang
sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang
ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai
menyembunyikan aib-aibnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;">Selamat berbahagia
bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan
kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan
lebih indah. Insya Allah.***</span><br />
<span style="font-family: Verdana,Arial,Helvetica,sans-serif;"><br /></span></div>Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-4351113416789981212012-03-20T17:54:00.000-07:002013-05-19T13:44:16.168-07:00INDAHNYA HIDUP BERSAHAJA<div>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><b>Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar</b></span></span></div>
<div>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Bismillahirrohmaanirrohiim,</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Saudara-saudaraku Sekalian,</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Kita tidak perlu bercita-cita membangun kota Jakarta, lebih baik kita bercita-cita tiap orang bisa membangun dirinya sendiri. Paling minimal punya daya tahan pribadi terlebih dahulu. Karenanya sebelum ia memperbaiki keluarga dan lingkungannya minimal dia mengetahui kekurangan dirinya. Jangan sampai kita tidak mengetahui kekurangan sendiri. Jangan sampai kita bersembunyi dibalik jas, dasi dan merk. Jangan sampai kita tidak mempunyai diri kita sendiri. Jadi target awal dari pertemuan kita adalah membuat kita berani jujur kepada diri sendiri. Mengapa demikian? Sebab seorang bapak tidak bisa memperbaiki keluarganya, kalau ia tidak bisa memperbaiki dirinya sendiri. Jangan mengharap memperbaiki keluarga kalau memperbaiki diri sendiri saja tidak bisa. Bagaimana berani memperbaiki diri, jika tidak mengetahui apa yang mesti diperbaiki.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Kita harus mengawali segalanya dengan egois dahulu, sebab kita tidak bisa memperbaiki orang lain kalau diri sendiri saja tidak terperbaiki. Seorang ustad akan terkesan omong kosong, jika ia berbicara tentang orang lain agar memperbaiki diri sedang ia sendiri tidak benar. Dalam bahasa Al-Qur’an, "Sangat besar kemurkaan Allah terhadap orang berkata yang tidak diperbuatnya". Mudah-mudahan seorang ibu yang tersentuh mulai mengajak suaminya. Seorang anak mengajak orang tuanya, di kantor seorang bos yang berusaha memperbaiki diri diperhatikan oleh bawahannya dan membuat mereka tersentuh. Seorang kakek dilihat oleh cucunya kemudian tersentuh. Mudah-mudahan dengan kegigihan memperbaiki diri nantinya daya tahan rumah mulai membaik. Kalau sudah daya tahan rumah membaik insyaAllah, kita bisa berbuat banyak untuk bangsa kita ini. Mudah-mudahan nanti setiap rumah tangga visinya tentang hidup ini menjadi baik.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Tahap selanjutnya adalah mau dibawa kemana rumah tangga kita ini, apakah mau bermewah-mewahan, mau pamer bangunan dan kendaraan atau rumah tangga kita ini adalah rumah tangga yang punya kepribadian yang nantinya akan menjadi nyaman. Jangan sampai rumah tangga kita ini menjadi rumah tangga yang hubuddunya, karena semua penyakit akarnya dari cinta dunia ini. Orang sekarang menyebutnya materialistis. Bangsa ini roboh karena pecinta dunianya terlalu banyak. Acara tv membuat kita menjadi yakin bahwa dunia ini alat ukurnya adalah materi. Pelan tapi pasti kita harus mulai mengatakan dunia ini tidak ada apa-apanya. Di dunia ini kita hanya mampir. Dengan konsep yang kita kenal yaitu rumus ‘tukang parkir’. Yang tadinya bangga dengan merk menjadi malu dengan topeng yang dikenakannya. Nanti pelan-pelan akan menjadi begitu.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Bukannya kita harus hidup miskin. Nanti akan terjadi suasana di rumah tidak goyah, lebih sabar, melihat dunia menjadi tidak ada apa-apanya dan tidak sombong. Lihat kembali rumus ‘tukang parkir’, ia punya mobil tidak sombong, mobilnya ganti-ganti tidak takabur, diambil satu persatu sampai habis tidak sakit hati. Mengapa ? karena tukang parkir tidak merasa memiliki hanya tertitipi. Ketika melihat orang kaya biasa saja karena sama saja cuma menumpang di dunia ini jadi tidak menjilat, kepada atasan tidak minder, suasana kantor yang iri dan dengki jadi minimal.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Saudara-saudaraku Sekalian,</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Jadi visi kita terhadap dunia ini akan berbeda. Kita tidak bergantung lagi kepada dunia, tidak tamak, tidak licik, tidak serakah. Hidup akan bersahaja dan proporsional. Sekarang kita sedang krisis, masa ini dapat menjadi momentum karena dengan krisis harga-harga naik, kecemasan orang meningkat, ini kesempatan kita buat berdakwah. Mau naik berapa saja harganya tidak apa-apa yang penting terbeli. Jika tidak terjangkau jangan beli, yang penting adalah kebutuhan standar tercukupi. Orang yang sengsara bukan tidak cukup tetapi karena kebutuhannya melampaui batas. Padahal Allah menciptakan kita lengkap dengan rezekinya. Mulai dari buyut kita yang lahir ke dunia tidak punya apa-apa sampai akhir hayatnya masih makan dan dapat tempat berteduh terus. Orang tua kita lahir tidak membawa apa-apa sampai saat ini masih makan terus, berpakaian, dan berteduh. Begitu pula kita sampai hari ini. Hanya saja disaat krisis begini kita harus lebih kreatif. Mustahil Allah menciptakan manusia tanpa rezekinya kita akan bingung menghadapi hidup. Semua orang sudah ada rezekinya. Dan barangsiapa yang hatinya akrab dengan Allah dan yakin segala sesuatu milik Allah, tiada yang punya selain Allah, kita milik Allah. Kita hanya mahluk dan yang membagi, menahan dan mengambil rezeki adalah Allah. Orang yang yakin seperti itu akan dicukupi oleh Allah.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Jadi kecukupan kita bukan banyak uang, tetapi kecukupan kita itu bergantung dengan keyakinan kita terhadap Allah dan berbanding lurus dengan tingkat tawakal. Allah berjanji "Aku adalah sesuai dengan prasangka hamba-Ku". Jadi jangan panik. Allah penguasa semesta alam. Ini kesempatan buat kita untuk mengevaluasi pola hidup kita. Yang membuat kita terjamin adalah ketawakalan. Jadi yang namanya musibah bukan kehilangan uang, bukan kena penyakit, musibah itu adalah hilangnya iman. Dan orang yang cacat adalah yang tidak punya iman, ia gagal dalam hidup karena tidak mengerti mau kemana. Jadi kita tidak punya alasan untuk panik. Krisis seperti ini ada diman-mana, kita harus kemas agar berguna bagi kita. Kita tidak bisa mengharapkan yang terbaik terjadi pada diri kita, tapi kita bisa kemas agar menjadi yang terbaik bagi diri kita. Kita tidak bisa mengharapkan orang menghormati kita, tapi kita bisa membuat penghinaan orang menjadi yang terbaik bagi diri kita.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Hal pertama yang harus kita jadikan rahasia kecukupan kita adalah ketawakalan kita dan kedua adalah prasangka baik kepada Allah, yang ketiga adalah Lainsakartum laadziddanakum,"Barangsiapa yang pandai mensyukuri nikmat yang ada", Allah akan membuka nikmat lainnya. Jadi jangan takut dengan belum ada, karena yang belum ada itu mesti ada kalau pandai mensyukuri yang telah ada. Jadi dari pada kita sibuk memikirkan harga barang yang naik lebih baik memikirkan bagaimana mensyukuri yang ada. Karena dengan mensyukuri nikmat yang ada akan menarik nikmat yang lainnya. Jadi nikmat itu sudah tersedia. Jangan berpikir nikmat itu uang. Uang bisa jadi fitnah. Ada orang yang dititipi uang oleh Allah malah bisa sengsara, karena ia jadi mudah berbuat maksiat. Yang namanya nikmat itu adalah sesuatu yang dapat membuat kita dekat dengan Allah. Jadi jangan takut soal besok/lusa, takutlah jika yang ada tidak kita syukuri.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Satu contoh hal yang disebut kurang syukur dalam hidup itu adalah kalau hidup kita itu Ishro yaitu berlebihan, boros, dan bermewah-mewahan. Hati-hati yang suka hidup mewah, yang senang kepada merk itu adalah kufur nikmat. Mengapa? Karena setiap Allah memberi uang itu ada hitungannya. Mereka yang terbiasa glamour, hidup mewah, yang senang kepada merk termasuk yang akan menderita karena hidupnya akan biaya tinggi. Pasti merk itu akan berubah-ubah tidak akan terus sama dalam dua puluh tahun. Harus siap-siap menderita karena akan mengeluarkan uang banyak utnuk mengejar kemewahannya, untuk menjaganya dan untuk perawatannya. Dia juga akan disiksa oleh kotor hati yaitu riya'. Makin mahal tingkat pamernya makin tinggi. Dan pamer itu membutuhkan pikiran lebih, lelah dan tegang karena rampok akan berminat. Inginnya diperlihatkan tapi takut dirampok jadinya pening. Makin tinggi keinginan pamer makin orang lain menjadi iri/dengki. Pokoknya kalau kita terbiasa hidup mewah resikonya tinggi. Ketentraman tidak terasa. Hal yang bagus itu adalah yang disebut syukur yaitu hidup bersahaja atau proporsional. Kalau Amirul Mukminin hidupnya sangat sederhana, kalau seperti kita ini hidup bersahaja saja, biaya dan perawatan akan murah.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Kalau kita terbiasa hidup bersahaja peluang riyanya kecil. Tidak ada yang perlu dipamerkan. Bersahaja tidak membuat orang iri. Dan anehnya orang yang bersahaja itu punya daya pikat tersendiri. Pejabat yang bersahaja akan menjadi pembicaraan yang baik. Artis yang sholeh dan bersahaja selalu bikin decak kagum. Ulama yang bersahaja itu juga membuat simpati. Juga harus hati-hati kita sudah capai-capai hidup glamor belum tentu dipuji bahkan saat sekarang ini akan dicurigai.Yang paling penting sekarang ini kita nikmati budaya syukur dengan hidup proporsional. Jangan capai dengan gengsi, hal itu akan membuat kita binasa. Miliki kekayaan pada pribadi kita bukan pada topeng kita. Percayalah rekan-rekan sekalian kita akan menikmati hidup ini jika kita hidup proporsional.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Nabi Muhammad SAW tidak memiliki singgasana, istana bahkan tanda jasa sekalipun hanya memakai surban Tetapi tidak berkurang kemuliaanya sedikitpun sampai sekarang. Ada orang kaya dapat mempergunakan kekayaannya. Dia bisa beruntung jika ia rendah hati dan dermawan. Tapi ia bisa menjadi hina gara-gara pelit dan sombong. Ada orang sederhana ingin kelihatan kaya inilah yang akan menderita. Segala sesuatu dikenakan, segalanya dicicil, dikredit. Ada juga orang sederhana tapi dia menjadi mulai karena tidak meminta-minta, jadi terjaga harga dirinya. Dan ada orang yang mampu dan ia menahan dirinya ini akan menjadi mulia.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Mulai sekarang tidak perlu tergiur untuk membeli yang mahal-mahal, yang bermerk. Supermarket, mal dan sebagainya itu sebenarnya tidak menjual barang-barang primer. Allah Maha Menyaksikan. Apa yang dianjurkan Islam adalah jangan sampai mubadzir. Rasul SAW itu kalau makan sampai nasi yang terakhir juga dimakan, karena siapa tahu disitulah barokahnya. Kalau kita ke undangan pesta jangan mengambil makanan berlebihan. Ini sangat tidak islami. Memang kita enak saja rasanya tapi demi Allah itu pasti dituntut oleh Allah. Dan itu mempengaruhi struktur rezeki kita, karena kita sudah kufur nikmat. Kita harus bisa mempertanggungjawabkan setiap perbuatan kita karena tidak ada yang kecil dimata Allah. Tidak ada pemborosan karena semua dihitung oleh Allah.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Contohnya mandi, kalau bisa bersih dengan lima sampai tujuh gayung tapi mengapa harus dua puluh gayung. Kita mampu beli air tetapi bukan untuk boros. Ini penting kalau ingin barokah rezekinya, hematlah kuncinya. Kalau merokok biaya yang kita keluarkan adalah besar hanya untuk membuang asap dari mulut kita. Jangan cari alasan. Seharusnya sudah saatnya berhenti merokok. Cobalah ingat ini uang milik Allah. Kemudian sabun mandi, jangan memakai sesuka kita, takarlah atau kalau perlu pakai sabun batangan. Kenapa kalau kita bisa hemat tidak kita lakukan. Uang penghematan kita bisa gunakan untuk sedekah atau menolong orang yang lebih membutuhkan. Sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita kecuali bertambah dan bertambah.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Ini pelajaran supaya hidup kita dijamin oleh Allah. Kita tidak bisa terjamin oleh harta/tabungan, kalau Allah ingin membuat penyakit seharga dua kali tabungan kita sangat gampang bagi Allah. Tidak ada yang dapat menjamin kita kecuali Allah oleh karena itu jangan merasa aman dengan punya tabungan, tanah, dan warisan. Dengan gampang Allah dapat mengambil itu semua tanpa terhalang. Aman itu justru kalau kita bisa dekat dengan Allah. Mati-matian kita jaga kesehatan, kalau Allah inginkan lain gampang saja. Semua harta tidak bisa kita nikmati, tetapi kalau Allah melindungi kita Insya Allah. Marilah hidup hemat, tetapi hemat bukan berarti pelit. Proporsional atau adil adalah puncak dari ahlak Contohnya HP, kalau tidak terlalu perlu jual saja lagi. Janganlah dimiliki kalau hanya untuk gaya saja. Penghematan akan mengundang barokah inilah yang disebut syukur nikmat. Tujuan bukan mencari uangnya tetapi mempertanggung jawabkan setiap rupiah yang Allah titipkan.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Hal lain yang membuat barokah adalah jika kita dapat mendayagunakan semua barang-barang kita. Di gudang kita pasti banyak barang yang tidak kita pakai tetapi sayang untuk dibuang. Coba lihat lemari pakaian kita banyak baju-baju lama, begitu juga sepatu-sepatu lama kita. Keluarkanlah barang-barang yang tidak berharga tersebut. Misalkan dirumah kita ada panci yang sudah rongsokan, jika kita keluarkan ternyata merupakan panci idaman bagi orang lain. Di rumah kita tidak terpakai tetapi jika dipakai orang lain dengan kelapangannya dan mengeluarkan doa bisa jadi itulah yang membuat kita terjamin. Kalau kita ikhlas, demi Allah itu lebih menjamin rezeki kita daripada tidak terpakai di rumah. Setiap barang-barang yang tidak bermanfaat tetapi bermanfaat bagi orang lain itulah pengundang rezeki kita. Bersihkan rumah kita dari barang-barang yang tidak berguna. Lebih baik rusak digunakan orang lain daripada rusak dibiarkan di rumah, itu akan barokah rezekinya. Ini kalau kita ingin terjamin, namanya teori barokah. Kita tidak akan terjamin dengan teori ekonomi manapun. Sudah berapa banyak sarjana ekonomi yang dihasilkan oleh universitas di negeri ini tetapi Indonesia masih saja babak belur.</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Rumusnya pertama adalah bersahaja, kedua adalah total hemat, ketiga adalah keluarkan yang tidak bermanfaat, yang keempat adalah setiap kita mengeluarkan uang harus menolong orang lain atau manfaat. Kalau mau belanja niatkan jangan hanya mencari barang tetapi juga menolong orang. Belilah barang di warung pengusaha kecil yang dapat menolong omzetnya. Hati-hati dengan menawar, pilihannya kalau itu merupakan hal yang adil. Jangan bangga kalau kita berhasil menawar. Nabi Muhammad SAW bahkan kalau beli barang dilebihkan uangnya dari harga barang yang sebenarnya. Tidak akan berkurang harta dengan menolong orang. Jangan memilih barang-barang yang bagus semua pilihlah yang jeleknya sebagian. Kita itu untung jika membuat sebanyak mungkin orang lain untung. Jangan jadi bangga ketika kita sendiri untung orang lain tidak.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Jika kita jadi pengusaha, kita jadi kaya ketika karyawannya diperas tenaganya, gajinya hanya pas buat makan, sedang kita berfoya-foya, demi Allah kita akan rugi. Pengusaha Islam sejati tidak akan berfoya-foya, ia akan menikmati karyawannya sejahtera. Sehingga tidak timbul iri, yang ada adalah cinta. Cinta membuat kinerja lebih bagus, perusahaan lebih sehat. Kalau kapitalis, pengusahanya bermewah-mewah ketika bawahannya menderita. Jadi timbul dendam dan iri setiap ada kesempatan akan marah seperti yang terjadi di Bandung kemarin. Tetapi kalau kita senang mensejahterakan mereka, anaknya kita sekolahkan. Dia merasa puas dan itulah namanya keuntungan. Jadi mulai sekarang setiap membelanjakan uang harus menolong orang, membangun ekonomi umat. Jadi setiap keluar harus multi manfaat bukan hanya dapat barang. Dengan membeli barang di warung kecil mungkin uangnya untuk menyekolahkan anaknya, membeli sejadah, membeli mukena, Subhanallah.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Saudara-saudaraku Sekalian,</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Jadi krisis seperti ini akan berdampak positif kalau kita bisa mengemasnya dengan baik. Nantinya ketika strategi rumah kita sudah bersahaja, kehidupan kita jadi efisien, anak-anak terbiasa hidup hemat, kita di rumah tidak mempunyai beban dengan banyaknya barang. Barang yang ada di rumah harus ada nilai tambahnya, bukan biaya tambah. Setiap blender harus ada nilai produktifnya misalnya untuk membuat jus kemudian dijual, pasti barokah. Bukannya membuat biaya tambah karena harus diurus, dirawat dan membutuhkan pengamanan, barang yang seperti ini tidak boleh ada di rumah kita. Rezeki kita pasti ada tinggal kita kreatif saja. Tidak perlu panik Allah Maha Kaya. </span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Sebagai amalan lainnya, dalam situasi sesulit apapun tetaplah menolong orang lain karena setiap kita menolong orang lain kita pasti ditolong oleh Allah. Jika makin pahit, makin getir harus makin produktif bagi orang lain. Baik sukses maupun tidak tetap lakukan dimanapun kita berada. Ketika kita sedang berjalan kaki, kemudian ada mobil yang hendak parkir bisa kita beri aba-aba. Ketika kita menyetir mobil ada yang mau menyebrang, dahulukan saja, kita tidak tahu apa yang akan menimpa kita esok hari. Ketika kita sedang mengantri ada orang yang memotong, berhentilah sebentar, dengan mengalah berhenti barang lima menit tetapi membuat banyak orang bahagia.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Jadi insya Allah kalau hati kita sudah berbenah baik, krisis ini akan lebih membuat hidup kita lurus. Hidup ini tidak akan kemana-mana kecuali menunggu mati. Latihlah supaya kita sadar bahwa kita pasti mati tidak membawa apa-apa. Kita hanya mampir sebentar di dunia ini.</span></span><br />
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;"><br /></span></span>
<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><span style="font-size: small;">Alhamdulilahirobil’alamin</span></span></div>
<br />Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-12834347432651023442012-03-17T17:10:00.003-07:002012-03-17T17:10:46.808-07:00DIAM ITU EMAS<div style="text-align: justify;">
Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata benar atau diam.", hadits diriwayatkan oleh Bukhari.<br /><br /><i><b>1. JENIS-JENIS DIAM</b></i><br /><br />Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada yang dengan diam jadi emas, tapi ada pula dengan diam malah menjadi masalah. Semuanya bergantung kepada niat, cara, situasi, juga kondisi pada diri dan lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat jenis-jenis diam:<br /><br /><i><b>a. Diam Bodoh</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Yaitu diam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan. Hal ini bisa karena kekurangan ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau kelemahan pemahaman dan alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam ini jauh lebih baik dan aman daripada memaksakan diri bicara sok tahu.<br /><br /><i><b>b. Diam Malas</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Diam jenis merupakan keburukan, karena diam pada saat orang memerlukan perkataannya, dia enggan berbicara karena merasa sedang tidak mood, tidak berselera atau malas.<br /><br /><i><b>c. Diam Sombong</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Ini pun termasuk diam negatif karena dia bersikap diam berdasarkan anggapan bahwa orang yang diajak bicara tidak selevel dengannya.<br /><br /><i><b>d. Diam Khianat</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Ini diamnya orang jahat karena dia diam untuk mencelakakan orang lain. Diam pada saat dibutuhkan kesaksian yang menyelamatkan adalah diam yang keji.<br /><br /><i><b>e. Diam Marah</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Diam seperti ini ada baiknya dan adapula buruknya, baiknya adalah jah lebih terpelihara dari perkataan keji yang akan lebih memperkeruh suasana. Namun, buruknya adalah dia berniat bukan untuk mencari solusi tapi untuk memperlihatkan kemurkaannya, sehingga boleh jadi diamnya ini juga menambah masalah.<br /><br /><i><b>f. Diam Utama (Diam Aktif)</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Yang dimaksud diam keutamaan adalah bersikap diam hasil dari pemikiran dan perenungan niat yang membuahkan keyakinan bahwa engan bersikap menahan diri (diam) maka akan menjadi maslahat lebih besardibanding dengan berbicara.<br /><br /><i><b>2. KEUTAMAAN DIAM AKTIF</b></i><br /><br /><i><b>a. Hemat Masalah</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan memilih diam aktif, kita akan menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah.<br /><br /><i><b>b. Hemat dari Dosa</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan diam aktif maka peluang tergelincir kata menjadi dosapun menipis, terhindar dari kesalahan kata yang menimbulkan kemurkaan Allah.<br /><br /><i><b>c. Hati Selalu Terjaga dan Tenang</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan diam aktif berarti hati akan terjaga dari riya, ujub, takabbur atau aneka penyakit hati lainnya yang akan mengeraskan dan mematikan hati kita.<br /><br /><i><b>d. Lebih Bijak<br /> </b></i></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan diam aktif berarti kita menjadi pesdengar dan pemerhati yang baik, diharapkan dalam menghadapi sesuatu persoalan, pemahamannya jauh lebih mendaam sehingga pengambilan keputusan pun jauh lebih bijak dan arif.<br /><br /><i><b>e. Hikmah Akan Muncul<br /> </b></i></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang tak kalah pentingnya, orang yang mampu menahan diri dengan diam aktif adalah bercahayanya qolbu, memberikan ide dan gagasan yang cemerlang, hikmah tuntunan dari Allah swtakan menyelimuti hati, lisan, serta sikap dan perilakunya.<br /><br /><i><b>f. Lebih Berwibawa</b></i><br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa disadari, sikap dan penampilan orang yang diam aktif akan menimbulkan wibawa tersendiri. Orang akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan.<br /><br />Selain itu, diam aktif merupakan upaya menahan diri dari beberapa hal, seperti:<br /><br />Diam dari perkataan dusta <br />Diamdari perkataan sia-sia <br />Diam dari komentar spontan dan celetukan <br />Diam dari kata yang berlebihan <br />Diam dari keluh kesah <br />Diam dari niat riya dan ujub <br />Diam dari kata yang menyakiti <br />Diam dari sok tahu dan sok pintar <br /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga pula Allah ridha hingga akhir hayat nanti, saat ajal menjemput, lisan ini diperkenankan untuk mengantar kepergian ruh kita dengan sebaik-baik perkataan yaitu kalimat tauhiid "laa ilaha illallah" puncak perkataan yang menghantarkan ke surga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><b>Sumber : Kumpulan Tausyiah Aa Gym.</b></i></div>
<br />Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-65013318222032657622012-03-09T15:48:00.000-08:002012-04-10T21:07:24.484-07:005 (LIMA) S<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b>Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar.</b></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"> </span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.***</span></div>
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span></div>
</div>Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-62625835343032107752012-03-06T20:23:00.004-08:002012-04-10T21:12:28.802-07:00BILA ORANG LAIN BERBUAT SALAH<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: small;">Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar.</span></b><br />
<span style="font-size: small;"> </span><br />
<span style="font-size: small;">Orang yang pasti tidak nyaman dalam keluarga, orang yang pasti tidak tentram dalam bertetangga, orang yang pasti tidak nikmat dalam bekerja adalah orang-orang yang paling busuk hatinya. Yakinlah, bahwa semakin hati penuh kesombongan, semakin hati suka pamer, ria, penuh kedengkian, kebencian, akan habislah seluruh waktu produktif kita hanya untuk meladeni kebusukan hati ini. Dan sungguh sangat berbahagia bagi orang-orang yang berhati bersih, lapang, jernih, dan lurus, karena memang suasana hidup tergantung suasana hati. Di dalam penjara bagi orang yang berhati lapang tidak jadi masalah. Sebaliknya, hidup di tanah lapang tapi jikalau hatinya terpenjara, tetap akan jadi masalah. <br /><br />Salah satu yang harus dilakukan agar seseorang terampil bening hati adalah kemampuan menyikapi ketika orang lain berbuat salah. Sebab, istri kita akan berbuat salah, anak kita akan berbuat salah, tetangga kita akan berbuat salah, teman kantor kita akan berbuat salah, atasan di kantor kita akan berbuat salah karena memang mereka bukan malaikat. Namun sebenarnya yang jadi masalah bukan hanya kesalahannya, yang jadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi kesalahan orang lain. <br /><br />Sebetulnya sederhana sekali tekniknya, tekniknya adalah tanya pada diri, apa sih yang paling diinginkan dari sikap orang lain pada diri kita ketika kita berbuat salah ?! Kita sangat berharap agar orang lain tidak murka kepada kita. Kita berharap agar orang lain bisa memberitahu kesalahan kita dengan cara bijaksana. Kita berharap agar orang lain bisa bersikap santun dalam menikapi kesalahan kita. Kita sangat tidak ingin orang lain marah besar atau bahkan mempermalukan kita di depan umum. Kalaupun hukuman dijatuhkan, kita ingin agar hukuman itu dijatuhkan dengan adil dan penuh etika. Kita ingin diberik kesempatan untuk memperbaiki diri. Kita juga ingin disemangati agar bisa berubah. Nah, kalau keinginan-keinginan ini ada pada diri kita, mengapa ketika orang lain berbuat salah, kita malah mencaci maki, menghina, memvonis, memarahi, bahkan tidak jarang kita mendzalimi ?! <br /><br />Ah, Sahabat. Seharusnya ketika ada orang lain berbuat salah, apalagi posisi kita sebagai seorang pemimpin, maka yang harus kita lakukan adalah dengan bersikap sabar pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar. Artinya, kalau kita jadi pemimpin, dalam skala apapun, kita harus siap untuk dikecewakan. Mengapa? Karena yang dipimpin, dalam skala apapun, kita harus siap untuk dikecewakan. Mengapa ? Karena yang dipimpin kualitas pribadinya belum tentu sesuai dengan yang memimpin. Maka, seorang pemimpin yang tidak siap dikecewakan dia tidak akan siap memimpin. <br /><br />Oleh karena itu, andaikata ada orang melakukan kesalahan, maka sikap mental kita, pertama, kita harus tanya apakah orang berbuat salah ini tahu atau tidak bahwa dirinya salah ? Kenapa ada orang yang berbuat salah dan dia tidak mengerti apakah itu suatu kesalahan atau bukan. Contoh yang sederhana, ada seorang wanita dari desa yang dibawa ke kota untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ketika hari-hari pertama bekerja, dia sama sekali tidak merasa bersalah ketika kran-kran air di kamar mandi, toilet, wastafel, tidak dimatikan sehingga meluber terbuang percuma, mengapa ? Karena di desanya pancuran air untuk mandi tidak ada yang pakai kran, di desanya tidak ada aturan penghematan air, di desanya juga tidak ada kewajiban membayar biaya pemakaian air ke PDAM, sebab di desanya air masih begitu melimpah ruah. Tata nilai yang berbeda membuat pandangan akan suatu kesalahan pun berbeda. Jadi, kalau ada orang yang berbuat salah, tanya dululah, dia tahu tidak bahwa ini sebuah kesalahan. <br /><br />Lalu, kalau dia belum tahu kesalahannya, maka kita harus memberi tahu, bukannya malah memarahi, memaki, dan bahkan mendzalimi. Bagaimana mungkin kita memarahi orang yang belum tahu bahwa dirinya salah, seperti halnya, bagaimana mungkin kita memarahi anak kecil yang belum tahu tata nilai perilaku orang dewasa seumur kita ? Misal, di rumah ada pembantu yang umurnya baru 24 tahun, sedangkan kita umurnya 48 tahun, hampir separuhnya. Bagaimana mungkin kita menginginkan orang lain sekualitas kita, sama kemampuannya dengan kita, sedangkan kita berbuat begini saja sudah rentang ilmu begitu panjang yang kita pelajari, sudah rentang pengalaman begitu panjang pula yang kita lalui. <br /><br />Sebuah pengalaman, dulu ketika pulang sehabis diopname beberapa hari di rumah sakit karena diuji dengan sakit. Saat tiba di rumah, ada kabar tidak enak, yaitu omzet toko milik pesantren menurun drastis! Meledaklah kemarahan, "Kenapa ini santri bekerja kok enggak sungguh-sungguh ? Lihat akibatnya, kita semua jadi rugi! Pimpinan sakit harusnya berjuang mati-matian!". <br /> </span><br />
<span style="font-size: small;">Tapi alhamdulillah, istri mengingatkan, "Sekarang ini Aa umur 32 tahun, santri yang jaga umurnya 18 tahun. Bedanya saja 14 tahun, bagaimana mungkin kita mengharapkan orang lain melakukan seperti apa yang mampu kita lakukan saat ini, sementara dia ilmunya, kemampuannya, dan juga pengalamannya masih terbatas?! Mungkin dia sudah melakukan yang terbaik untuk seusianya. Bandingkan dengan kita pada usia yang sama, bisa jadi ketika kita berumur 18 tahun, mungkin kita belum mampu untuk jaga toko". Subhanallah, pertolongan ALLAH datang dari mana saja. Oleh karena itu, kalau melihat orang lain berbuat salah, lihat dululah, apakah dia ini tahu atau tidak bahwa yang dilakukannya ini suatu kesalahan. Kalau toh dia belum tahu bukannya malah dimarahi, tapi diberi tahu kesalahannya, "De', ini salah, harusnya begini". <br /><br />Maka <b>tahap pertama</b> adalah memberitahu orang yang berbuat salah dari tidak tahu kesalahannya menjadi tahu dimana letak kesalahan dirinya. Selalu kita bantu orang lain mengetahui kesalahannya. <br /><br /><b>Tahap kedua</b>, kita bantu orang tersebut mengetahui jalan keluarnya, karena ada orang yang tahi itu suatu masalah, tapi dia tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya? Maka, posisi kita adalah membantu orang yang berbuat salah mengetahui jalan keluarnya. Hal yang menarik, ketika dulu zaman pesantren masih sederhana, ketika masih berupa kost-kostan mahasiswa, muncul suata masalah di kamar paling pojok yang dihuni seorang santri mahasiswi, yaitu seringnya bocor ketika hujan turun, "Wah, ini massalah nih, tiap hujan kok bocor lagi, bocor lagi". Dia tahu ini masalah, tapi dia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Kita harus bantu, tapi bantuan kita yang paling bagus adalah bukan menyelesaikan masalah, tapi membantu dia supaya bisa menyelesaikan masalahnya. Sebab, bantuan itu ada yang langsung menyelesaikan masalah, namun kelemahan bantuan ini, yaitu ketika kita membantu orang dan kita menyelesaikannya, ujungnya orang ini akan nyantel terus, ia akan punya ketergantungan kepada kita, dan yang lebih berbahaya lagi kita akan membunuh kreatifitasnya dalam menyelesaikan suatu masalah. Bantuan yang terbaik adalah memberikan masukan bagaimana cara memperbaiki kesalahan. <br /><br />Dan <b>tahap yang ketiga</b> adalah membantu orang yang berbuat salah agar tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya. Ini lebih menyelesaikan masalah daripada mencaci, memaki, menghina, mempermalukan, karena apa? Karena anak kita adalah bagian dari diri kita, istri kita adalah bagian dari keluarga kita, saudara-saudara kita adalah bagian dari khazanah kebersamaan kita, kenapa kita harus penuh kebencian, kedengkian, menebar kejelekan, ngomongin kejelekan, apalagi dengan ditambah-tambah, dibeberkan aib-aibnya, bagaimana ini ? Lalu, apa yang berharga pada diri kita ? Padahal, justru kalau kita melihat orang lain salah, maka posisi kita adalah ikut membantu memperbaiki kesalahannya. <br /><br />Nah, Sahabat. Selalulah yang kita lakukan adalah berusaha membantu agar orang yang berbuat salah mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Membantu orang yang berbuat salah mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah suatu kesalahan. Membantu orang yang berbuat salah agar ia tahu bagaimana cara memperbaiki kesalahannya. Dan membantu orang yang berbuat salah agar tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya. <br /><br />Melihat orang yang belum shalat, justru harus kita bantu dengan mengingatkan dia tentang pentingnnya shalat, membantu mengajarinya tata cara shalat yang benar, membantu dengan mengajaknya supaya dia tetap bersemangat untuk melaksanakan shalat secara istiqamah. Lihat pemabuk, justru harus kita bantu supaya pemabuk itu mengenal bahayanya mabuk, membantu mengenal bagaimana cara menghentikan aktivitas mabuk. Artinya, selalulah posisikan diri kita dalam posisi siap membantu. Walhasil, orang-orang yang pola pikirnya selalu rindu untuk membantu memperbaiki kesalahan orang lain, dia tidak akan pernah benci kepada siapapun. Tentu saja ini lebih baik, dibanding orang yang hanya bisa meremehkan, mencela, menghina, dan mencaci. Padahal orang lain berbuat kesalahan, dan kita pun sebenarnya gudang kesalahan.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-8133540734006445632012-03-03T13:05:00.002-08:002012-04-10T21:16:41.199-07:00SEBAIK-BAIKNYA MANUSIA<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: small;">Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar.</span></b><br />
<span style="font-size: small;"> </span><br />
<span style="font-size: small;">Sungguh beruntung bagi siapapun yang dikaruniai ALLOH kepekaan untuk mengamalkan aneka pernik peluang kebaikan yang diperlihatkan ALLOH kepadanya. Beruntung pula orang yang dititipi ALLOH aneka potensi kelebihan oleh-Nya, dan dikaruniakan pula kesanggupan memanfaatkannya untuk sebanyak-banyaknya umat manusia.<br /><br />Karena ternyata derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauhmana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain" (H.R. Bukhari).<br /><br />Seakan hadis ini mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauhmana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauhmana nilai manfaat diri ini? Kalau menurut Emha Ainun Nadjib, harusnya tanyakan pada diri ini apakah kita ini manusia wajib, sunat, mubah, makhruh, atau malah manusia haram? <br /> </span><br />
<span style="font-size: small;">Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau adanya sangat dirindukan, sangat bermanfaat, bahkan perilakunya membuat hati orang disekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang 'manusia wajib', diantaranya dia seorang pemalu yang jarang mengganggu orang lain, sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada hanya berbicara.<br /><br />Sedikit kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau ia berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasihsayang.<br /><br />Sama sekali bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik perilaku melaknat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena ALLOH, membenci karena ALLOH, dan marahnya pun karena ALLOH SWT, subhanallah demikian indah hidupnya.<br /><br />Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga kalbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh manfaat dan kalau tidak ada, siapapun akan merasa kehilangan. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula.<br /><br />Kalau orang yang sunah, keberadaannya bermanfaat, tapi kalaupun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya, kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga kalbu siapapun.<br /><br />Sedangkan orang yang mubah ada dan tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa manfaat, dan tidak juga membawa mudharat.<br /><br />Adapun orang yang makruh, keberadaannya justru membawa mudharat dan kalau dia tidak ada tidak berpengaruh. Artinya, kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi seketika klakson dibunyikan tanda bahwa ayah sudah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah. <br /><br />Seorang anak yang makruh, kalau pulang sekolah justru masalah pada bermunculan, dan kalau tidak pulang suasana malah menjadi aman tentram. Ibu yang makruh diharapkan anak-anaknya untuk segera pergi arisan daripada ada di rumah. Sedangkan karyawan yang makruh, kehadirannya di tempat kerja hanya melakukan hal yang sia-sia daripada bersungguh-sungguh menunaikan tugas kerja.<br /><br />Lain lagi dengan orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jikasaja dia pergi ngantor, justru perlengkapan kantor pada hilang, maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yang ada malah mensyukurinya. <br /><br />Masya ALLOH, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau malah hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat manfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makhruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombong kita?<br /><br />Kepada ibu-ibu, hendaknya tanyakan pada diri masing-masing, apakah anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita? Punya manfaat tidak kita ini? Bagi ayah cobalah mengukur diri, saya ini seorang ayah atau seorang gladiator? Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat? Kepada para mubaligh, harus bertanya nih, benarkah kita menyampaikan kebenaran atau hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?<br /><br />Nampaknya, saat bercermin seyogyanya tidak hanya memperhatikan wajah saja, tapi pandanglah akhlak dan perbuatan yang telah kita lakukan. Sayangnya, jarang orang berani jujur dengan tidak membohongi diri, seringnya malah merasa pinter padahal bodoh, merasa kaya padahal miskin, merasa terhormat padahal hina. Padahal untuk berakhlak baik kepada manusia, awalnya dengan berlaku jujur kepada diri sendiri.<br /><br />Kalaupun mendapati orang tua kita berakhlak buruk. Sadarilah bahwa darah dagingnya melekat pada diri kita, karenanya kita harus berada di barisan paling depan untuk membelanya demi keselamatan dunia dan akhiratnya. Bagi orang tua yang belum Islam, kewajiban seorang anaklah yang bertanggung jawab mengikhtiarkannya jalan hidayah. Apabila orang tua berlumur dosa dan belum mau melakukan shalat, maka seorang anaklah yang berada pada barisan pertama membantu orang tua kita menjadi seorang ahli ibadah dan ahli taubat. <br /> </span><br />
<span style="font-size: small;">Ingatlah, walau bagaimanapun kita punya hutang budi pada orang tua kita. Keburukan yang ada pada mereka, jangan menjadikan kebencian, jangan pula menyalahkan dan menyesali diri, "kenapa saya lahir dari orang tua yang sudah cerai?" misalnya. Atau adapula anak yang sibuk menyalahkan diri, karena tidak pernah tahu keberadaan orang tuanya. Sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah jika hanya menyalahkan keadaan. Lebih baik kita tanyakan pada diri ini, apakah sudah punya manfaat tidak kita ini? Makin banyak manfaat yang kita lakukan dengan ikhlas, insya ALLOH itulah rizki kita.<br /><br />Begitu pula terhadap lingkungan, kita harus punya akhlak tersendiri. Seperti pada binatang, kalau tidak perlu tidak usah kita menyakitinya. Ada riwayat seorang ibu ahli ibadah, tapi ALLOH malah mencapnya sebagai ahli neraka. Mengapa? Ternyata karena si ibu ahli ibadah ini pernah mengurung kucing dalam sebuah tempat, sehingga si kucing tidak mendapatkan jalan keluar untuk mencari makan, padahal oleh si ibu tidak pula diberi makan, sampai akhirnya kucing itu mati. Karenanya, walau si ibu ini ahli ibadah, tapi ALLOH melaknatnya karena akhlak pada makhluknya jelek.<br /><br />Kadang aneh kita ini, ketika duduk di taman nan hijau, entah sadar atau tidak kita cabuti rumput atau daun-daunan yang ada tanpa alasan yang jelas. Padahal rumput, daun, dan tumbuh-tumbuhan yang ada di alam semesta ini semuanya sedang bertasbih kepada-Nya. Yang paling baik adalah jangan sampai ada makhluk apapun di lingkungan kita yang tersakiti. Termasuk ketika menyiram atau memetik bunga, tanaman, atau tumbuhan lainnya, hendaklah dengan hati-hati, karena tanaman juga mengerti apa yang dilakukan kita kepadanya. Dikisahkan ketika Nabi SAW pindah mimbar, yang asalnya menyandar pada sebuah pohon kurma, maka pohon kurma itu diriwayatkan sangat sedih dan menangis, karena ia telah ditinggalkan sebagai alat bantu Rasulullah SAW dalam menyampaikan ilmu kepada para sahabatnya.<br /><br />Kejadian lain adalah ketika seorang hamba yang shalih dihampiri seekor singa yang mengaum-ngaum seakan hendak menerkamnya. Tentu saja semua orang yang melihat kejadian ini berlari ketakutan. Anehnya, hamba yang shalih ini sama sekali tidak kelihatan merasa takut, kenapa? Karena dia yakin bahwa singa juga makhluk dalam genggaman ALLOH dan sama-sama sedang bertasbih kepada-Nya. Seraya mengajak berbicara layaknya pada makhluk yang bisa diajak bicara, "Mau apa kesini? Kalau tidak ada kewajiban dari ALLOH dan hanya untuk mengganggu masyarakat, alangkah baiknya engkau pergi", maka pergilah singa itu, subhanallah. Demikianlah, orang yang takutnya hanya kepada ALLOH, makhluk pun tunduk kepadanya.<br /><br />Seperti halnya ketika ada ular di halaman rumah, maka bagi orang yang akhlaknya baik dan dia merasa tidak terganggu, sama sekali dia tidak akan membunuhnya, malah ditolongnya si ular ini untuk bisa kembali ke habitatnya, itu yang lebih baik. Kalaupun dirasa mengganggu sehingga tidak ada jalan lain kecuali harus dibunuh, maka ia akan membunuhnya dengan cara terbaik, dan tidak lupa disebutnya asma ALLOH. Jadilah proses membunuh ular ini sebagai ladang amal.<br /><br />Betapa indah pribadi yang penuh pancaran manfaat, ia bagai cahaya matahari yang menyinari kegelapan, menjadikannya tumbuh benih-benih, bermekarannya tunas-tunas, merekahnya bunga-bunga di taman, hingga menggerakkan berputarnya roda kehidupan. Demikianlah, cahaya pribadi kita hendaknya mampu menyemangati siapapun, bukan hanya diri kita, tetapi juga orang lain dalam berbuat kebaikan dengan full limpahan energi karunia ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Maha Melimpah energi-Nya, subhanallah. Ingatlah, hidup hanya sekali dan sebentar saja, sudah sepantasnya kita senantiasa memaksimalkan nilai manfaat diri ini, yakni menjadi seperti yang disabdakan Nabi SAW, sebagai khairunnas. Sebaik-baik manusia! Insya ALLOH.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-20190643017214361232012-03-03T05:40:00.000-08:002012-03-03T05:55:14.397-08:00BUNGA RAMPAI NASEHAT<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Mudah-mudahan
Allah yang Maha Menguasai segala-galanya selalu membukakan hati kita
agar bisa melihat hikmah dibalik setiap kejadian apapun yang terjadi.
Yakinlah tidak ada satu kejadian pun yang sia-sia, tidak ada suatu
kejadian pun yang tanpa makna, sangat rugi kalau kita menghadapi hidup
ini sampai tidak mendapat pelajaran dari apa yang sedang kita jalani.
Hidup ini adalah samudera hikmah tiada terputus. Seharusnya apapun yang
kita hadapi, efektif bisa menambah ilmu, wawasan, khususnya lagi bisa
menambah kematangan, kedewasaan, kearifan diri kita sehingga kalau kita
mati besok lusa atau kapan saja, maka warisan terbesar kita adalah
kehormatan pribadi kita, bukan hanya harta semata. Rindukanlah dan
selalu berharap agar saat kepulangan kita nanti, saat kematian kita
adalah saat yang paling indah.</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Harusnya
saat malaikat maut menjemput, kita benar-benar dalam keadaan siap,
benar-benar dalam keadaan khusnul khatimah. Harus sering dibayangkan
kalau saat meninggal nanti kita sedang bagus niat, sedang bersih hati,
keringat sedang bercucuran di jalan Allah SWT. Syukur-syukur kalau nanti
kita meninggal, kita sedang bersujud atau sedang berjuang di jalan
Allah. Jangan sampai kita mati sia-sia, seperti yang diberitakan
koran-koran tentang seorang yang meninggal sedang nonton di bioskop.
Terang saja buruk sekali orang yang meninggal di bioskop, apalagi
misalnya film yang ditontonnya film (maaf) “Gairah Membara”, film
maksiat, na’udzubillah. Dia akan “membara” betulan di neraka nanti.
Ingat maut adalah hal yang sangat penting.</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Tiada
kehormatan dan kemuliaan kecuali dari Engkau wahai Allah pemilik alam
semesta, yang mengangkat derajat siapa pun yang Engkau kehendaki dan
menghinakan siapa pun yang Engkau kehendaki, segala puji hanyalah
bagi-Mu dan milik-Mu. Shalawat semoga senantiasa terlimpah bagi kekasih
Allah, panutan kita semua Rasulullah SAW.</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Sahabat,
percayalah sehebat apapun harta, gelar, pangkat, kedudukan, atau
atribut duniawi lainnya tak akan pernah berharga jikalau kita tidak
memiliki harga diri. Apalah artinya harta, gelar, dan pangkat, kalau
pemiliknya tidak punya harga diri.</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Hidup
di dunia hanya satu kali dan sebentar saja. Kita harus
bersungguh-sungguh meniti karier kehidupan kita ini menjadi orang yang
memiliki harga diri dan terhormat dalam pandangan Allah SWT juga
terhormat dalam pandangan orang-orang beriman. Dan kematian kita pun
harus kita rindukan menjadi sebaik-baik kematian yang penuh kehormatan
dan kemuliaan dengan warisan terpenting kehidupan kita adalah nama baik
dan kehormatan kita yang tanpa cela, kehinaan.</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Langkah
awal yang harus kita bangun dalam karier kehidupan ini adalah tekad
untuk menjadi seorang muslim yang sangat jujur dan terpercaya sampai
mati. Seperti halnya Rasulullah SAW memulai karier kehidupannya dengan
gelar kehormatan Al Amin (seorang yang sangat terpercaya).</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Kita
harus berjuang mati-matian untuk memelihara harga diri kehormatan kita
menjadi seorang muslim yang terpercaya, sehingga tidak ada keraguan sama
sekali bagi siapapun yang bergaul dengan kita, baik muslim maupun non
muslim, baik kawan atau lawan, tidak boleh ada keraguan terhadap ucapan,
janji, maupun amanah yang kita pikul. </span><span style="font-size: small;">Oleh karena itu, </span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b><i>Pertama</i></b>,
jaga lisan kita. Jangan pernah berbohong dalam hal apapun. Sekecil dan
sesederhana apapun, bahkan betapa pun terhadap anak kecil atau dalam
senda gurau sekalipun. Harus benar-benar bersih dan meyakinkan, tidak
ada dusta, pastikan tidak pernah ada dusta! Lebih baik kita disisihkan
karena kita tampil apa adanya, daripada kita diterima karena berdusta.
Sungguh tidak akan pernah bahagia dan terhormat menjadi seorang
pendusta. (Tentu saja bukan berarti harus membeberkan aib-aib diri yang
telah ditutupi Allah, ada kekuasaan tersendiri, ada kekhususan
tersendiri. Jujur bukan berarti bebas membeberkan aib sendiri).</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b><i>Kedua</i></b>,
jaga lisan, jangan pernah menambah-nambah, mereka-reka, mendramatisir
berita, informasi, atau sebaliknya meniadakan apa yang harus
disampaikan. Sampaikanlah berita atau informasi yang mesti disampaikan
seakurat mungkin sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kita terkadang
suka ingin menambah-nambah sesuatu atau bahkan merekayasa kata-kata atau
cerita. Jangan lakukan! Sama sekali tidak akan menolong kita, nanti
ketika orang tahu informasi yang sebenarnya, akan runtuhlah kepercayaan
mereka kepada kita.</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b><i>Ketiga</i></b>,
jangan sok tahu atau sok pintar dengan menjawab setiap dan segala
pertanyaan. Nah, orang yang selalu menjawab setiap pertanyaan bila tanpa
ilmu akan menunjukkan kebodohan saja. Yakinlah kalau kita sok tahu
tanpa ilmu itulah tanda kebodohan kita. Yang lebih baik adalah kita
harus berani mengatakan “tidak tahu” kalau memang kita tidak
mengetahuinya, atau jauh lebih baik disebut bodoh karena jujur apa
adanya, daripada kita berdusta dalam pandangan Allah.</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b><i>Keempat</i></b>,
jangan pernah membocorkan rahasia atau amanat, terlebih lagi
membeberkan aib orang lain. Jangan sekali-kali melakukannya. Ingat
setiap kali kita ngobrol dengan orang lain, maka obrolan itu jadi amanah
buat kita. Bagi orang yang suka membocorkan rahasia akan jatuhlah harga
dirinya. Padahal justru kita harus jadi kuburan bagi rahasia dan aib
orang lain. Yang namanya kuburan tidak usah digali-gali lagi kecuali
pembeberan yang sah menurut syariat dan membawa kebaikan bagi semua
pihak. Ingat, bila ada seseorang datang dengan menceritakan aib dan
kejelekan orang lain kepada kita, maka jangan pernah percayai dia,
karena ketika berpisah dengan kita, maka dia pun akan menceritakan aib
dan kejelekan kita kepada yang lain lagi.</span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div align="justify" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b><i>Kelima</i></b>,
jangan pernah mengingkari janji dan jangan mudah mengobral janji.
Pastikan setiap janji tercatat dengan baik dan selalu ada saksi untuk
mengingatkan dan berjuanglah sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk
menepati janji walaupun dengan pengorbanan lahir batin yang sangat besar
dan berat. Ingat, semua pengorbanan menjadi sangat kecil dibandingkan
dengan kehilangan harga diri sebagai seorang pengingkar janji, seorang
munafik, na’udzubillah. Tidak artinya. Semua pengorbanan itu kecil
dibanding jika kita bernama si pengingkar janji. Rasulullah SAW pernah
sampai tiga hari menunggu orang yang menjanjikannya untuk bertemu,
beliau menunggu karena kehormatan bagi beliau adalah menepati janji.
(dikutip dari Kumpulan Tausyiah Aa Gym).</span></div>
<div align="justify">
<br /></div>Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-48568139413789036662012-02-24T17:42:00.002-08:002012-04-27T21:06:18.703-07:00KITA & JAHILIYAH MODERN<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">Mungkin jahiliyahialah kata terpopuler terkait riwayat hidup Nabi Muhammad SAW. Kata dalam Bahasa Arab ini menjadi titik tolak kiprah Sang Revolusioner Sejati dambaan semua manusia itu. Sejak kanak-kanak dahulu hingga kini kata tersebut seakan sudah mengendap di memori kebanyakan dari kita. Namun, tahukah kita hakikat kata tersebut?</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Makna Jahiliyah</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Pada dasarnya kata jahiliyah kerap kali dihubungkan dengan jahil, yang berarti bodoh atau kebodohan. Tentu jahiliyah yang dimaksud dalam Al-Qur’an dan hadits tak berhenti pada definisi ini. Sebagaimana kata “shalat” yang asalnya bermakna “doa”, kemudian memiliki definisi dalam konsep Islam sebagai berikut: “serangkaian ibadah kepada Allah berupa ucapan dan perbuatan yang tata caranya sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW”. Demikian pula banyak kata lain seperti zakat, iman, kufur, dan lain-lain.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Lalu, apa dan bagaimana sebenarnya karakteristik jahiliyah itu? Berikut beberapa pengertian jahiliyah yang dimaksud dalam terminologi Islam (dikutip dari www.alsofwah.or.id) :</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>1. Tidak Mengetahui Hakikat Ilahiyah</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Inilah konsep jahiliyah paling kentara. Dimana kebodohan yang dimaksud ialah ketidaktahuan tentang kepada siapa dan bagaimana kita beribadah. Masyarakat Quraisy era awal kenabian bukanlah yang tak tahu siapa Ilah (sembahan) mereka, tetapi mereka salah dalam tataran teknis beribadah kepada Allah SWT. Artinya, sebenarnya benih tauhid peninggalan Nabi Ibrahim AS sebenarnya masih ada. Perbuatan taklid buta seorang pemimpin Bani Khuza’ah bernama Amr bin Luhay kemudian membawa bangsa Arab menyembah berhala-berhala bernama Hubal, Manat, Uzza, dan lain-lain (Al-Mubarakfuri, 1414 H). Syeikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri menambahkan bahwa penyimpangan mereka dalam hal ini tak hanya dari sisi ibadah ritual. Mereka juga sangat percaya kepada ath-thiyarah, yaitu meramal sesuatu dengan perantara burung atau biri-biri. Ini dilakukan saat akan menentukan satu di antara dua atau lebih pilihan. Padahal Allah SWT yang memiliki kuasa menunjukkan mana yang lebih baik untuk kita. Miskonsepsi tentang Ilahiyah ini pula yang pernah menjangkiti kaum Nabi Musa AS (Baca QS Al-A’raf: 138).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>2. Terjebak pada Perbuatan Menyalahi Perintah Allah dan Hal yang Diharamkan</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Pengertian tentang ini bisa kita simpulkan dari QS Yusuf: 33. Singkatnya, kaum jahiliyah masa itu banyak menyelisihi apa yang Allah perintahkan sambil asyik berbuat yang telah diharamkan-Nya. Contoh sederhananya ialah membunuh anak perempuan. Ini sudah menjadi tradisi di masa itu. Bahkan Umar bin Khathab pernah pula melakukannya sebelum masuk Islam. Hingga kemudian ini paham ini diberantas dengan konsep memuliakan perempuan yang Islam bawa.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>3. Berhias dan Bertingkah Laku Menyalahi Perintah Allah.</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Ketika Allah SWT memerintahkan kesederhanaan serta tingkah laku yang mulia, masyarakat jahiliyah justru saling menyombongkan antar sesama kaum berada. Tak segan pula mereka menindas rakyat kecil jika mereka tidak menyukainya. Firman Allah dalam QS Al-Ahzab: 33 menyiratkan jahiliyah dalam pengertian seperti ini.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>4. Berhukum dengan Selain Hukum Allah</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Tentu hukum yang dimaksud di sini tak hanya dalam tataran pemerintahan saja. Ketidakpatuhan terhadap nilai-nilai kejujuran, keadilan, kemanusiaan, dan lain-lain yang sudah menjadi standar universal juga masuk kategori ini. Kebanyakan apa yang mereka putuskan hanya berdasarkan asas “siapa yang kuat, dia yang menang”. Mereka tak hiraukan lagi hukum yang telah diwariskan Nabi Ibrahim AS Kita bisa menyimpulkan hal ini dari QS Al-Maidah: 50.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Namun demikian, Syeikh Al-Mubarakfuri tak memungkiri banyak pula masyarakat jahiliyah kala itu yang masih memiliki beberapa sikap hidup positif. Di antara akhlaq tersebut ialah kedermawanan, memenuhi janji, pantang mundur, keberanian, dan lain-lain. Sehingga, memang sepertinya fokus utama makna jahiliyah lebih cocok dititikberatkan pada poin pertama. Artinya, meskipun masih ada sebagian yang mempraktekkan akhlaq terpuji, pandangan tentang konsep ibadah kepada Allah SWT yang salah kemudian membawa mereka kepada banyak kesalahan lain.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Jahiliyah Modern?</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Melihat pengertian jahiliyah di atas, banyak orang kemudian menyebut saat ini pun kita masih berada dalam zaman jahiliyah. Lebih tepatnya yaitu “jahiliyah modern”. Bolehlah kita tak setuju tentang istilah ini. Namun, yang terpentingnya ialah bagaimana kita seharusnya menyikapi keadaan saat ini.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Muhammad Quthb dalam bukunya, Jahiliyatul Qarnil ‘Isyrin (Jahiliyah Abad 20), menyimpulkan bahwa jahiliyah modern merupakan ringkasan dari segala bentuk kejahiliyahan masa silam dengan tambahan aksesori di sana-sini sesuai dengan perkembangan zaman. Sikap jahiliyah modern tidak timbul secara mendadak melainkan telah melalui kurun waktu panjang (www.unhas.ac.id).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Sebagaimana bisa kita saksikan, memang kita tak bisa mengelak bahwa dunia ini belum bisa lepas dari cengkeraman jahiliyah secara total. Masih terlalu banyak sisi kehidupan yang belum tercelup dengan keagungan Islam. Di balik makin gencarnya syi’ar Islam, musuh-musuh Islam pun getol menghembuskan paham jahiliyah modern ini. Dengan kemasan elegan dan modern banyak kaum Muslimin yang tergiur mencicipinya. Tentu setelah mencicipi, yang terjadi bukan berhenti setelahnya, tetapi justru ketagihan.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Aksi Kita</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Mengetahui masih berlangsungnya periode jahiliyah lanjutan ini, hendaknya kita tak tinggal diam. Kita harus mencontoh spirit dan tindakan yang Rasulullah SAW lakukan kala itu. Tentu beberapa penyesuaian juga perlu kita lakukan dalam aksi yang akan kita lakukan. Namun, pondasi prinsip perbaikan yang kita lakukan harus tetap berpijak pada Nabi Muhammad SAW. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Contohnya, jika Rasulullah saat itu memulai dakwah dengan pemurnian tauhid, maka kita pun patut contoh beliau. Paham atheis, sepilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme), materialis, dan paham lain yang mencederai Islam harus jadi konsentrasi kita. Ketika pemikiran kita sudah baik, maka tindakan Insya Allah akan baik pula. Demikian yang Dr. Wan Nor Muh. Dawud pernah ungkapkan. Rasulullah SAW juga pernah mensinyalir hal ini dalam beberapa sabdanya. Artinya, di sini posisi keyakinan dan pemikiran harus terus sejalan dengan apa yang Islam telah ajarkan.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Kemudian, upaya pembinaan generasi muda juga telah Rasulullah SAW contohkan. Tak heran jika kemudian muncul sosok seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin ‘Abbas, Mush’ab bin Umair, Khalid bin Walid, dan banyak sahabat Nabi SAW yang mencapai kematangan spiritual di usia muda. Kematangan mereka merupakan kematangan paripurna di berbagai sisi kehidupan. Mereka pun menjadi motor penggerak utama yang siap membantu dakwah Rasulullah. Oleh karenanya, semboyan “Pemuda saat ini adalah pemimpin masa mendatang” harus kita pegang kuat-kuat jika menginginkan risalah Islam tetap langgeng.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Selanjutnya, misi memulihkan kepercayaan manusia kepada Islam sebagai solusi juga penting. Rasulullah SAW sadar bahwa walaupun Islam di Madinah waktu itu sudah lebih baik daripada saat masa jahiliyah di Mekah. Namun, beliau tak lupa bahwa beliau diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin. Artinya kedatangan beliau dengan risalahnya harus pula dirasakan dampaknya oleh selain umat Islam. Akibatnya, kehidupan damai beserta kaum lain agama pun tercipta kala itu. Beliau sebagai pimpinan tak semena-mena dan kaum non Muslim pun segan hormat terhadap beliau dan Islam. Wajar pula jika kemudian banyak bangsa lain memilih “ditaklukkan” kaum Muslimin daripada di bawah pemerintahan kaum lain yang zhalim. Ini memberi pelajaran kepada kita semua bahwa kita pun selayaknya memiliki tujuan ke arah sana. Ketika semua manusia belum bisa menerima Islam sebagai diin, maka kita harus bisa yakinkan bahwa sebenarnya mereka membutuhkan Islam. Akhirnya, ketika perasaan itu telah tumbuh subur pintu keluar dari jahiliyah model apa pun semakin dekat.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">Terinspirasi dari buku Sirah Nabawiyah karya Syeikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. </span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<b><span style="font-size: x-small;"><i>Sumber :</i> http://www.dakwatuna.com/2012/02/18902/kita-jahiliyah-modern/#ixzz1nLrS92yW</span></b></div>
<br />Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-46376444185438076592012-02-24T17:33:00.002-08:002012-04-27T21:00:02.229-07:00BERANGGAPAN SIAL, BERBAU SYIRIK<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">Segala puji bagi Allah tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Kita paling mendengar ada yang beranggapan sial dengan nama anaknya. Buktinya, ketika anaknya di usia belia sakit-sakitan, maka ada yang beranggapan sial bahwa itu karena namanya yang terlalu berat. Ada juga yang menganggap bahwa karena salah nama, anaknya jadi bandel. Intinya, nama anak akhirnya yang disalahkan.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Beranggapan sial bukan hanya seperti di atas, banyak contohnya. Ujung-ujungnya beranggapan sial itu mengarah pada kesyirikan.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Memahami Thiyaroh atau Tathoyyur</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Pembahasan beranggapan sial ini dalam bahasan akidah diistilahkan dengan thiyaroh atau tathoyyur. Thiyaroh berasal dari kata burung, artinya dahulu orang Arab Jahiliyah ketika memutuskan melakukan safar, mereka memutuskan dengan melihat pergerakan burung. Jika burung tersebut bergerak ke kanan, maka itu tanda perjalanannya akan baik. Jika burung tersebut bergerak ke kiri, maka itu tanda mereka harus mengurungkan melakukan safar karena bisa jadi terjadi musibah ketika di jalan.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Namun maksud thiyaroh di sini adalah umum, bukan hanya dengan burung saja. Thiyaroh adalah beranggapan sial ketika tertimpanya suatu musibah pada sesuatu yang bukan merupakan sebab dilihat dari sisi syar’i atau inderawi, baik itu dengan orang, dengan benda tertentu, dengan tumbuhan, dengan waktu, dengan angka tertentu atau dengan tempat tertentu.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Contoh dari thiyaroh atau beranggapan sial :</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">1. Menganggap anak sakit-sakitan karena nama yang terlalu berat diemban sehingga harus ada penggantian nama.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">2. Mengganggap datangnya musibah itu karena si A yang baru datang ke kampung, sebelumnya tidak pernah terjadi. Sebagaimana dahulu Fir’aun beranggapan datangnya bencana gara-gara Nabi Musa ‘alaihis salam.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">3. Menganggap bulan Suro atau bulan Muharram adalah bulan keramat sehingga tidak boleh mengadakan hajatan, walimahan atau acara besar lainnya.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">4. Jika lewat di depan kuburan, selalu sial dan sering melihat hantu gentayangan.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">5. Anggapan sial dengan angka 13.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Thiyaroh Termasuk Akidah Jahiliyah </b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Beranggapan sial atau thiyaroh termasuk akidah jahiliyah. Bahkan sudah ada di masa sebelum Islam. Lihatlah bagaimana Fir’aun beranggapan sial pada Musa ‘alaihis salam dan pengikutnya. Ketika datang bencana mereka katakan itu gara-gara Musa. Namun ketika datang berbagai kebaikan, mereka katakana itu karena usaha kami sendiri, tanpa menyebut kenikmatan tersebut berasal dari Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al A’raf: 131).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Kesialan yang dianggap sesungguhnya tidaklah benar. Yang shahih, Musa dan orang beriman sebagai pengikutnya adalah sebab datangnya kebaikan dan barokah. Karena para Rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam membuat perbaikan di muka bumi dengan ketaatan yang mereka perbuat, sehingga turunlah barokah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al A’raf: 96). Dan sebenarnya sebab datangnya musibah adalah karena pembakangan ahli maksiat, orang musyrik dan kafir, bukan dari orang beriman.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Kesialan dan bencana sebenarnya karena kekurang ajaran orang kafir itu sendiri. Sebagaimana hal ini dapat kita ambil pelajaran dari surat Yasin tentang kisah penduduk negeri yang mendustakan dua sampai tiga utusan Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu". Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka". Mereka berkata: "Rabb kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu". </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami". Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas".” (QS. Yasin: 13-19). Penduduk negeri tersebut menganggap nasib sial menimpa mereka karena kedatangan para utusan tersebut. Namun hal itu dibantah oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala nyatakan sendiri bahwa kesialan itu karena sebab pembangkangan penduduk itu sendiri.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Begitu pula orang-orang musyrik pernah menganggap datangnya nasib malang, itu karena Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)".” (QS. An Nisa’: 78).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Larangan Thiyaroh</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Thiyaroh atau beranggapan sial termasuk kesyirikan sebagaimana dinyatakan dalam hadits. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena tempat, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Shafar” (HR. Bukhari no. 5757 dan Muslim no. 2220). Dalam hadits ini disebutkan tidak bolehnya beranggapan sial secara umum, juga pada tempat dan waktu tertentu seperti pada bulan Shafar. Di negeri kita yang terkenal adalah beranggapan sial dengan bulan Suro, maka itu pun sama terlarangnya.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah) dan tidak dibenarkan beranggapan sial. Sedangkan al fa’lu membuatkan takjub.” Para sahabat bertanya, “Apa itu al fa’lu?” “Kalimat yang baik (thoyyib)”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 5776 dan Muslim no. 2224)</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Apa beda al fa’lu dan thiyaroh? Al fa’lu adalah berangan kebaikan. Sedangkan thiyaroh adalah berperasaan akan datangnya keburukan. Berangan datangnya kebaikan adalah suatu anjuran karena hal ini termasuk husnu zhon (berprasangka baik) pada Allah. Contoh fa’lu adalah ketika kita mendengar ucapan-ucapan yang baik, maka cerialah hati kita. Atau kita melihat seorang yang tampil menawan hati, kita pun menjadi tenang, tanda mengharap kebaikan dan husnu zhon pada Allah. Fa’lu termasuk perkara yang baik. Dari sinilah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam takjub. Ketika mendengar nama atau ucapan yang baik atau berlalu di tempat kebaikan, hati menjadi tenang, dan tanda husnu zhon pada Allah. Demikian penjelasan Syaikhuna, Dr. Sholeh Al Fauzan dalam I’anatul Mustafid.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia menyebutkan hadits secara marfu’ –sampai kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan”. Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Kemudian Ibnu Mas’ud berkata, “Tidak ada yang bisa menghilangkan sangkaan jelek dalam hatinya. Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal.” (HR. Abu Daud no. 3910 dan Ibnu Majah no. 3538. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa thiyaroh atau beranggapan sial termasuk bentuk syirik. Kesyirikan dalam masalah thiyaroh ini bisa dirinci menjadi dua:</span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">1. Jika menganggap bahwa yang mendatangkan manfaat dan mudhorot adalah makhluk, ini syirik akbar. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">2. Jika menganggap bahwa yang memberi manfaat atau mudhorot hanyalah Allah, namun makhluk hanyalah sebagai sebab, ini termasuk syirik ashgor.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Catatan : </b></i>Tidak setiap anggapan jelek itu terlarang. Ada anggapan jelek yang masih dibolehkan selama ada sebab yang syar’i atau hissiy (inderawi). Seperti misalnya kita sudah mengetahui gerak-gerik si pencuri, dan kita berprasangka jelek padanya, maka ini ada bukti atau sebab, sehingga prasangka jelek ini tidak bermasalah.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Kuncinya Tawakkal</b></i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Anggapan sial mengurangi tauhid seorang muslim dan dinilai syirik. Penilaian syirik ini dilihat dari beberapa sisi: (1) bergantung pada sesuatu yang bukan sebab secara hakiki, (2) memutuskan suatu kejadian seakan-akan menentang takdir Allah, dan (3) mengurangi tauhid. Untuk menghilangkan persangkaan sial di sini hanyalah dengan tawakkal. Karena tawakkal terdapat ketergantungan hati pada Allah. Hadits yang telah lewat disebutkan, “Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal”. </span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Penulis Fathul Madjid (335) berkata, “Akan tetapi jika kita bertawakkal pada Allah dalam meraih maslahat dan menolak mudhorot, maka was-was untuk beranggapan sial akan hilang dengan izin Allah.”</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Syaikh Sholeh Al Fauzan berkata, “Penyembuh dari beranggapan sial adalah dengan bertawakkal pada Allah. Kemudian meninggalkan anggapan sial dan tidak memiliki keraguan lagi dalam hati.” Ini perkataan beliau dalam I’anatul Mustafid (2: 16).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Ingatlah pelajaran dari firman Allah Ta’ala, “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Jangan menuduh kesialan itu pada tanggal, hari, angka, bulan, tempat atau nama anak. Buang jauh-jauh anggapan sial dan ganti dengan tawakkal pada Allah Ta’ala. Ketika mendapatkan hal yang tidak mengenakkan, ucapkanlah:</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span><br />
<span style="font-size: small;"><b>اللَّهُمَّ لاَ يَأْتِى بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ</b></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span><br />
<span style="font-size: small;">[Allahumma laa ya’ti bilhasanaati illa anta. Wa yadfa’us sayyi-ati illa anta. Wa laa hawla wa laa quwwata illa billah] “Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali engkau. Tidak ada yang dapat menolak bahaya kecuali engkau. Tidak ada daya dan upaya melainkan denganmu.”</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.</span><br />
<span style="font-size: small;"><br /></span><br />
<span style="font-size: small;"><i><b>Referensi :</b></i></span><br />
<span style="font-size: small;"><i>1. Faedah dari Durus Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syitsriy Kamis 17 Rabi’ul Awwal 1433 H di Jami’ Syaikh Nashir Asy Syitsri, Riyadh, KSA, dalam bahasan Kitab Tauhid, tema “Maa Jaa-a fii Tathoyyur.<br />2. Fathul Majid Syarh Kitab At Tauhid, Syaikh 'Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, terbitan Darul Ifta', cetakan ketujuh, 1431 H.<br />3. I’anatul Mustafid, Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, terbitan Muassasah Ar Risalah.<br />4. Syarh Kitab At Tauhid, Syaikh Hamd bin 'Abdullah Al Hamd, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan kedua, 1431 H.</i></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<b><span style="font-size: small;"><i>Sumber : </i> www.rumaysho.com</span></b></div>
<br />Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-40521212178629716112012-02-24T06:56:00.000-08:002012-04-27T20:48:52.378-07:006 KEUTAMAAN MENCARI NAFKAH<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">Kadang kita -sebagai suami- merasa lelah, capek sehingga banyak mengeluh. Pergi begitu pagi, pulang pun ketika matahari akan tenggelam, rasa lelah yang kita dapat. Kegiatan mencari nafkah sebenarnya suatu amalan yang mulia yang patut diniatkan dengan ikhlas sehingga bisa meraih pahala. Karena keutamaannya amat luar biasa, pahalanya yang besar, bahkan bisa sebagai tameng dari jilatan neraka. </span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Sebelum kita memahami keutamaan mencari nafkah, terlebih dahulu kita melihat bagaimanakah Islam mengajarkan prioritas dalam penyaluran harta atau penghasilan suami.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><u><i><b>Prioritas dalam Pengeluaran Harta</b></i></u></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)</span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Ketika menjelaskan hadits di atas, Ibnu Battol rahimahullah menjelaskan:</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><u><b><i>Sebagian ulama menyebutkan bahwa pengeluaran harta dalam kebaikan dibagi menjadi tiga :</i></b></u></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">1. Pengeluaran untuk kepentingan pribadi, keluarga dan orang yang wajib dinafkahi dengan bersikap sederhana, tidak bersifat pelit dan boros. … Nafkah seperti ini lebih afdhol dari sedekah biasa dan bentuk pengeluaran harata lainnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu” (HR. Bukhari).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">2. Penunaian zakat dan hak Allah. Ada ulama yang menyatakan bahwa siapa saja yang menunaikan zakat, maka telah terlepas darinya sifat pelit.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">3. Sedekah tathowwu’ (sunnah) seperti nafkah untuk menyambung hubungan dengan kerabat yang jauh dan teman dekat, termasuk pula member makan pada mereka yang kelaparan.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Setelah merinci demikian, Ibnu Battol lantas menjelaskan, “Barangsiapa yang menyalurkan harta untuk tiga jalan di atas, maka ia berarti tidak menyia-nyiakan harta dan telah menyalurkannya tepat sasaran, juga boleh orang seperti ini didengki (bersaing dengannya dalam hal kebaikan).” (Lihat Syarh Bukhari, Ibnu Battol, 5: 454, Asy Syamilah).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Syaikh Muhammad bin Sholeh Al 'Utsaimin rahimahullah pernah menjelaskan, “Sebagian orang tatkala bersedekah untuk fakir miskin atau yang lainnya maka mereka merasa bahwa mereka telah mengamalkan amalan yang mulia dan menganggap sedekah yang mereka keluarkan itu sangat berarti. Adapun tatkala mengeluarkan harta mereka untuk memberi nafkah kepada keluarganya maka seakan-akan perbuatan mereka itu kurang berarti, padahal memberi nafkah kepada keluarga hukumnya wajib dan bersedekah kepada fakir miskin hukumnya sunnah. Dan Allah lebih mencintai amalan wajib daripada amalan sunnah.” (Sebagaimana penjelasan beliau dalam Riyadhus Shalihiin)</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Penjelasan di atas menunjukkan bahwa mesti ada prioritas dalam penyaluran harta. Yang utama sekali adalah pada istri, anak, lebih lagi pada anak perempuan sebagaimana diterangkan dalam keutamaan mencari nafkah berikut ini. Setelah kewajiban pada keluarga, barulah harta tersebut disalurkan pada zakat dan sedekah sunnah.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><u><i><b>Mengenai keutamaan mencari nafkah di antaranya dijabarkan dalam enam poin berikut ini :</b></i></u></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><b><i>Pertama: Nafkah kepada keluarga lebih afdhol dari sedekah tathowwu’ (sunnah)</i></b></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995). Imam Nawawi membuat judul untuk hadits ini, “Keutamaan nafkah bagi keluarga dan hamba sahaya, serta dosa bagi orang yang melalaikan dan menahan nafkahnya untuk mereka”. Dalam Syarh Muslim (7: 82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada keluarga itu lebih afdhol dari sedekah yang hukumnya sunnah”.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><b><i>Kedua: Jika mencari nafkah dengan ikhlas, akan menuai pahala besar</i></b></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari no. 56). Imam Al Bukhari memasukkan hadits ini pada masalah ‘setiap amalan tergantung pada niat’. Ini menunjukkan bahwa mencari nafkah bisa menuai pahala jika diniatkan dengan ikhlas untuk meraih wajah Allah. Namun jika itu hanya aktivitas harian semata, atau yakin itu hanya sekedar kewajiban suami, belum tentu berbuah pahala.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><b><i>Ketiga: Memberi nafkah termasuk sedekah</i></b></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Harta yang dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau beri pada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau beri pada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau beri pada pembantumu, itu juga termasuk sedekah” (HR. Ahmad 4: 131. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><b><i>Keempat: Harta yang dinafkahi semakin barokah dan akan diberi ganti</i></b></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah para hamba berpagi hari di dalamnya melainkan ada dua malaikat yang turun, salah satunya berkata, “Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang senang berinfak.” Yang lain mengatakan, “Ya Allah, berilah kebangkrutan kepada orang yang pelit.” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010). Seseorang yang memberi nafkah untuk keluarganya termasuk berinfak sehingga termasuk dalam keutamaan hadits ini.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><b><i>Kelima: Setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban apakah ia benar memperhatikan nafkah untuk keluarganya</i></b></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Dari Anas bin Malik, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin” (HR. Tirmidzi no. 1705. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan, “Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin, apakah ia memperhatikan atau melalaikannya” (HR. Ibnu Hibban 10: 344. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;"><b><i>Keenam: Memperhatikan nafkah keluarga akan mendapat penghalang dari siksa neraka</i></b></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">‘Adi bin Hatim berkata, “Selamatkanlah diri kalian dari neraka walau hanya melalui sedekah dengan sebelah kurma” (HR. Bukhari no. 1417). ‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Ada seorang ibu bersama dua putrinya menemuiku meminta makanan, akan tetapi ia tidak mendapati sedikit makanan pun yang ada padaku kecuali sebutir kurma. Maka aku pun memberikan kurma tersebut kepadanya, lalu ia membagi sebutir kurma tersebut untuk kedua putrinya, dan ia tidak makan kurma itu sedikit pun. Setelah itu ibu itu berdiri dan pergi keluar. Lalu masuklah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka aku pun mengabarkannya tentang ini, lantas beliau bersabda, "Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka" (HR. Bukhari no 1418 dan Muslim no 2629).</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Ummu Salamah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengeluarkan hartanya untuk keperluan kedua anak perempuannya, kedua saudara perempuannya atau kepada dua orang kerabat perempuannya dengan mengharap pahala dari Allah, lalu Allah mencukupi mereka dengan karunianya, maka amalan tersebut akan membentengi dirinya dari neraka” (HR. Ahmad 6: 293. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if)</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Dua hadits terakhir ini menerangkan keutamaan memberi nafkah pada anak perempuan karena mereka berbeda dengan anak laki-laki yang bisa mencari nafkah, sedangkan perempuan asalnya di rumah.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Ya Allah, berikanlah kami taufik untuk mencari nafkah dengan ikhlas dan cara yang halal sehingga kami pun terbebas dari siksa neraka dan dimasukkan dalam surga. </span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Wallahu waliyyut taufiq.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><i>Sumber :</i> www.rumaysho.com</b></span></div>
<br />Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5394790981671941910.post-64220375375951867532012-02-23T16:16:00.002-08:002012-04-27T20:38:05.743-07:00AMAL BAIK DAN AMAL BURUK<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">Berikut ini saya coba sampaikan sebuah tulisan yang dikutip dari tulisan KHALIL AL-MUSAWI… Imam Ali berkata, “Hari ini adalah saat untuk beramal dan bukan saat untuk dihisab, dan besok adalah saat untuk dihisab dan bukan saat untuk beramal”.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Kalau demikian keadaannya, maka mulai sekarang marilah kita perbaiki hubungan kita dengan ALLAH SWT. Mari kita perbaiki urusan akhirat kita, dengan menjadikan dunia sebagai ladang bagi akhirat kita. Memperbaiki hubungan dengan sesama saudara dan sesama manusia adalah bagian terbesar dari memperbaiki urusan dunia, yang berarti memperbaiki juga urusan akhirat.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Orang atheis dan materialis berfikir bahwa kehidupan dunia adalah segalanya. Mereka menganggap pandangan yang mengatakan bahwa seseorang harus memiliki spiritualitas dan memperbaiki hubungan dengan Tuhannya supaya baik pula hubungannya dengan sesama manusia sebagai pandangan yang bodoh. Kehidupan mereka pun berubah menjadi sesuatu yang serba materialistis. Oleh karena itu, mereka tidak perduli jika mereka berbuat lalim atau menyakiti manusia lain.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Supaya hubungan Anda dengan sesama manusia menjadi baik maka Anda harus memperbaiki hubungan Anda dengan ALLAH SWT. Dan supaya hubungan Anda dengan ALLAH SWT menjadi baik maka Anda harus memperbaiki urusan akhirat Anda, supaya Allah pun memperbaiki urusan dunia Anda. Hubungan manusia dengan sesamanya merupakan medan yang sangat luas dalam urusan dunia, dan merupakan salah satu yang akan dihisab di alam akhirat.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Diceritakan bahwa seorang sholeh duduk sendirian di suatu kuburan. Saat sedang duduk, dia melihat jenazah yang diusung para pengantarnya untuk dikuburkan. Setelah menguburkan jenazah tersebut, para pengantar itu kembali dan meninggalkannya. Setelah itu, dia melihat seekor anjing berwarna hitam yang nampak buas berjalan ke arah tempat jenazah itu dikuburkan. Tidak berapa lama kemudian, pandangannya tertuju kepada seorang pemuda yang tampan, mengenakan pakaian berwarna putih. Pemuda itu juga menuju kuburan jenazah tersebut. </span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">Selang berapa waktu, orang sholeh itu melihat pemuda tampan itu kembali dengan pakaian yang terkoyak-koyak dan badan yang berlumuran darah. Orang sholeh itu pun segera bangkit dari tempatnya, dan bertanya penuh keheranan kepada si pemuda, “Apakah Anda perlu sesuatu? Apakah disana ada seseorang?”</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Pemuda tampan itu pun berkata dengan berlinang air mata mengucur dari kedua matanya, “Sungguh mengherankan, Anda melihat akhirat, dan hijab telah tersingkap dari pandangan Anda”. Pemuda itu menambahkan, “Apakah Anda melihat jenazah tadi?”. Orang sholeh itu menjawab, “Ya”. “Apakah Anda juga melihat anjing hitam yang buas?”. Orang sholeh itu menjawab, “Benar”.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Pemuda itu berkata, “Aku adalah amal shaleh jenazah tadi, dan anjing hitam buas itu adalah dosanya. Ketika jenazah itu diletakkan di dalam kubur, kami berdua ditugaskan untuk menemuinya dan menjadi teman yang menemaninya hingga hari kiamat. Akan tetapi, dosanya lebih banyak dari ketaatannya, sehingga dosanya dapat melukai dan mengusirku. Dan sekarang anjing buas itu akan menemaninya hingga hari kiamat”.</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Sekarang, apakah kita telah berfikir tentang diri kita secara baik-baik? Apakah kita telah mempertimbangkan hisab akhirat?</span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Semoga tulisan ini bermanfaat.. Aamiin</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: small;">Sumber : http://kembanganggrek.com</span></div>
<br />Nukehttp://www.blogger.com/profile/16678682259042429693noreply@blogger.com0